Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Akuntan Dan Akuntan Publik

02 January 2018
Category: AUDIT
Penulis:         Harshya Aditya, S.E.
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Akuntan Dan Akuntan Publik

Pada 25 April 2017 yang lalu, Pemerintah melalui Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.55/PMK.01/2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.155/PMK.01/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.55/PMK.01/2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Akuntan dan Akuntan Publik Indonesia. Peraturan ini secara umum ditujukan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan secara khusus untuk memberikan koridor bagi para akuntan dan akuntan publik dalam mengenali pengguna jasanya, yang lebih lanjut berguna bagi tindakan pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Tindak Pidana Pencucian Uang

Definisi tindak pidana pencucian uang sesuai dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 pasal 3, 4, dan 5, merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik oleh seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang menerima dan mengusainya. Berkaitan dengan hal tersebut, transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang mencurigakan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses pentransferan/memindahbukukan.

Perkembangan jaman, kemajuan teknologi informasi dan globalisasi sistem keuangan menjadi salah satu faktor yang dominan atas maraknya tindak pidana pencucian uang. Menghadapi peningkatan praktek-praktek pencucian uang membuat pemerintah Indonesia mengambil tindakan strategis dengan menyusun strategi nasional pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai peraturan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Sebagai turunan dari Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tersebut, demi untuk meningkatkan peran serta profesi akuntan dan akuntan publik di Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, maka selanjutnya pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.55/PMK.01/2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.155/PMK.01/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.55/PMK.01/2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Akuntan dan Akuntan Publik Indonesia.

Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

Pada dasarnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.55/PMK.01/2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.155/PMK.01/2017, akuntan dan akuntan publik wajib melaporkan kepada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) dan ditembuskan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), apabila dalam memberikan jasa “untuk dan atas nama pengguna jasa” mengetahui adanya transaksi mencurigakan. Apabila akuntan dan akuntan publik tidak melaporkan transaksi mencurigakan, maka akuntan dan akuntan publik dapat dikenakan sanksi tertentu. Namun pada dasarnya Undang-Undang ini disusun dalam rangka melindungi akuntan dan akuntan publik dari kegiatan tindak pidana pencucian uang.

Dalam men-deliver jasanya, para akuntan dan akuntan publik dipersyaratkan untuk menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) sebagai salah satu upaya untuk mencegah tindak pidana pencucian uang sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang. PMPJ meliputi identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi pengguna jasa. Pada awal melakukan hubungan usaha, akuntan dan akuntan publik melakukan pertemuan langsung dengan pengguna jasa dalam rangka meyakini kebenaran identitas pengguna jasanya. Dokumen-dokumen identitas pengguna jasa, pengetahuan mengenai pekerjaan/bidang usaha, sumber dana dan tujuan transaksi pengguna jasa wajib dimiliki oleh akuntan dan akuntan publik.

Jasa-jasa Akuntan dan Akuntan Publik yang Wajib Menerapkan PMPJ

Akuntan dan akuntan publik memberikan jasa profesional untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa, mengenai: pembelian dan penjualan properti; pengelolaan terhadap uang, efek, dan/ atau produk jasa keuangan lainnya; pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek; pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.55/PMK.01/2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.155/PMK.01/2017 menyatakan, jasa-jasa akuntan dan akuntan publik yang wajib menerapkan PMPJ adalah sebagai berikut:

    a.melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa;

    b.terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000;

    c.terdapat transaksi keuangan mencurigakan yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau

    d.akuntan dan akuntan publik meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan pengguna jasa.

Akuntan dan akuntan publik melakukan penilaian risiko dan pengelompokkan pengguna jasa berdasarkan tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana pendanaan terorisme. Penilaian risiko dilakukan berdasarkan analisis sesuai dengan penilaian risiko sektoral dan ketentuan peraturan perundang-undangan, paling sedikit mengenai profil, bisnis, negara dan produk, yang kemudian hasil penilaiannya dapat dikelompokkan sebagai penggunan jasa yang berisiko rendah, menengah ataupun berisiko tinggi.

Kondisi-kondisi Penting dalam Pelaksanaan PMPJ

Dalam kondisi pengguna jasa menolak untuk mengikuti prosedur PMPJ yang dilakukan akuntan dan akuntan publik atau jika akuntan dan akuntan publik meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh pengguna jasa, akuntan dan akuntan publik wajib memutuskan hubungan usaha dengan pengguna jasa.

Pengguna jasa yang memiliki risiko tinggi dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang harus dilakukan PMPJ yang secara mendalam, yang dapat berupa permintaaan tambahan informasi mengenai sumber dana, sumber kekayaan, tujuan transaksi, dan tujuan hubungan usaha dengan pihak-pihak yang terkait pengguna jasa serta pengawasan lebih lanjut dan atas hubungan usaha dan pemilihan pola transaksi yang memerlukan penelaahan lebih lanjut.

Sanksi bagi Akuntan dan Akuntan Publik yang tidak Comply

Sanksi atas kelalaian yang dilakukan oleh akuntan dan akuntan publik dalam melakukan penerapan PMPJ dan kewajiban lapor jika menemui transaksi keuangan mencurigakan, yang teringan adalah memperoleh sanksi administratif berupa peringatan dari Kepala PPPK, yang diikuti dengan tindakan perbaikan hingga sanksi terberat berupa pembekuan register negara akuntan atau ijin akuntan publik selama 3 bulan.

   For Further Information, Please Contact Us!