Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

13 December 2016
Category: PRODUCTIVITY AND QUALITY
Penulis:         Erick Setiawan Gunawan, S. P
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

10 tahun terakhir ini Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non kelapa sawit di seluruh Indonesia berangsurangsur beralih atau diubah peruntukan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Sebagai contoh ialah lahan perkebunan tebu milik Pabrik Gula di Kabupaten Pelaihari, Kalimantan Selatan, telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan Kelapa Sawit. dan masih banyak lahan-lahan milik kehutanan atau milik masyarakat yang telah disulap menjadi areal kebun kelapa sawit yang besar. Dengan pertumbuhan kebun kelapa sawit, maka bermunculan pula pabrik-pabrik minyak mentah kelapa sawit yang memproduksi CPO (Crude Palm Oil). Seiring meningkatnya jumlah pabrik kelapa sawit (PKS), Indonesia telah berubah menjadi negara yang paling besar dalam produksi CPO. Itu berarti volume eksport minyak mentah kelapa sawit juga semakin besar dan jelas akan memberikan keuntungan yang sangat berarti, yaitu menambah devisa negara. Bahkan saat ini CPO telah menjadi primadona dalam komoditi eksport negara Indonesia. Namun dibalik kesuksesan tersebut, suatu konsekuensi lain adalah timbulnya permasalahan limbah PKS. Hampir semua pabrik kelapa sawit, bahkan yang sudah mengeksport minyak mentah kelapa sawit mempunyai kelemahan dalam hal penanganan limbahnya, baik terhadap limbah padat ataupun limbah cair. Effluent (hasil akhir yang dibuang ke alam) dari instalasi pengolahan limbah cair dari pabrik-pabrik CPO yang ada di Indonesia umumnya masih belum memenuhi kriteria sesuai standar peraturan yang berlaku, misalnya kadar BOD masih di atas 100 ppm. Dengan demikian bila telah diberlakukan secara konsisten tentang standar internasional yang mensyaratkan harus adanya eco labelling, maka pabrik- pabrik CPO tersebut tidak dapat menjual atau mengekspor CPO-nya ke luar negeri. Karena itu sangat dibutuhkan penyempurnaan sistem pengolahan limbah cair untuk meningkatkan kualitas air buangan akhir yang tidak mencemarkan lingkungan sekitar pabrik CPO.

    A. PERBANDINGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PKS

    1. PTPN VIII

    a. Limbah cair yang berasal dari Unit Sludge Separator dan Unit Pencucian (klarifikasi) dialirkan ke bak Fatpit. Limbah dalam Fatpit dipanaskan dengan menggunakan steam pada temperatur 85 – 95o C. Pada temperatur tersebut minyak yang masih terkandung dalam air limbah akan mudah lepas. Minyak yang dapat diambil kembali (oil recovery) dari unit ini sebesar 0,8 – 1,2 %. Waktu tinggal (Detention Time) Td = 16 Jam. Dimensi unit ini adalah luas 6 x 40 m2 dan kedalaman 0,8 m (bila dihitung dari data waktu tinggal dan debit Q sebesar 18 ton/jam). BOD dari Fatpit ini adalah 30.000 – 40.000 ppm dengan pH sekitar 4 – 5.

    b. Proses kedua adalah anaerobik yang diakomodasikan dalam bak berjumlah 4 buah dan dioperasikan secara berurutan. Limbah cair yang masuk ke dalam bak anerobik ini adalah limbah cair dari fatpit dan limbah cair Unit Kondensat Sterilisasi, Pencucian Hydro Cyclone dan dari Unit Demineralisasi. Waktu tinggal (total) Td = 40 hari (bila dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh Td = 38,4 hari), dengan dimensi untuk setiap baknya adalah luas 20 x 40 m2 dan kedalaman sekitar 3 – 4 meter. Kualitas BOD dari air limbah yang keluar dari proses anaerobik ini sekitar 3000 ppm dengan pH antara 5 – 6. Bak anaerobik ini merupakan bak terbuka dan dikatakan berproses anaerobik karena kedalaman baknya yang sampai 4 meter.

    c. Proses terakhir adalah aerobik yang diakomodasikan dalam 4 buah bak (pond). Luas total unit aerobik ini adalah 75 x 40 m2 dengan kedalaman 1,5 meter. Waktu Tinggal Td = 60 hari (bila dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh Td 62,5 hari). Proses aerobik dianggap dapat terlaksana hanya dengan kontak udara di permukaan kolam, tanpa aerator mekanik atau blower. BOD limbah yang keluar dari unit ini sekitar 200 - 230 ppm dengan pH sekitar 7.

    d. Dalam pengoperasiannya direncanakan sebagian dari air limbah yang keluar dari unit anaerobik dipergunakan untuk menyiram tanaman.

    2. PTPN IV Bah Jambi

    PT Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi terletak di Propinsi Sumatera Utara dan tersebar di beberapa Daerah Tingkat II, yaitu Kabupaten Simalungun, Deliserdang, Asahan, Labuan Batu, Langkat, Tobasa, Tapanuli Selatan dan Kota Medan. PTPN IV Bah Jambi mempunyai areal yang sangat luas dan mengelola komoditi kelapa sawit, kakao dan teh. Luas Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 120.780 Ha dan Pabrik Kelapa Sawit yang beroperasi untuk mengolah seluruh panen dari perkebunan kelapa sawit berjumlah 16 buah. Sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, PTPN IV Bah Jambi telah melaksanakan pengendalian limbah cair dari pabrik kelapa sawit, yaitu dengan memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk setiap pabrik kelapa sawit. IPAL yang dimiliki oleh ke 16 pabrik kelapa sawit umumnya adalah dengan sistem yang konvensional, yaitu yang terdiri dari beberapa unit kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik. Masing-masing IPAL dari setiap pabrik kelapa sawit mempunyai kolam-kolam yang memiliki kedalaman, luas dan volume yang berbeda-beda. Dengan demikian waktu tinggal atau WPH (Waktu Penahanan Hidrolysis)-nya juga berbeda-beda. Luas kolam yang terkecil adalah 6.800 m2, sedangkan yang terbesar adalah 42.500 m2. Sementara itu Volume kolam bervariasi dari 19.200 m3 sampai 125.500 m3 dan Waktu Tinggal yang terkecil 36 hari dan yang terbesar ialah 192 hari. Untuk mengevaluasi seluruh IPAL yang ada dalam PTPN IV menjadi sangat sulit. Berdasarkan laporan dari pengelola IPAL di Bah Jambi, seluruh IPAL yang dimilikinya mampu beroperasi dan dapat menurunkan kadar BOD hingga 250 ppm (Standar kualitas limbah cair berdasarkan Keputusan Menteri No. Kep-51/Men-LH-10/1995). Berdasarkan ketentuan yang berlaku sekarang, BOD yang boleh dilepas ke lingkungan adalah 100 ppm. Dengan demikian semua IPAL harus diperbaiki atau dimodifikasi, sehingga mampu menurunkan BOD hingga 100 ppm.

   For Further Information, Please Contact Us!