Perusahaan saat ini sebagian besar sudah memiliki staff accounting untuk membantu perusahaan untuk menghitung, dan menyajikan Laporan Keuangan Perusahaan. Di masa sebelumnya, Akuntan hanya dituntut untuk memeriksa, mengelompokkan transaksi dan menyajikan Laporan Keuangan. Namun mengikuti perkembangan jaman, profesi akuntansi juga berkembang. Peran-peran yang biasanya dikerjakan oleh para akuntan, mulai bisa digantikan oleh program software Akuntansi ataupun ERP yang saat ini sangat mudah ditemukan. Namun apakah hal tersebut cukup? Jawabannya adalah tidak. Karena program-program tersebut hanya membantu perushaan untuk mencatat dan mengelompokkan data-data, perusahaan tetap membutuhkan seseorang yang mampu mengubah data-data tersebut menjadi sebuah informasi berharga yang dapat digunakan oleh manajemen untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Namun apakah akuntan Anda sudah memiliki kemampuan yang dibutuhkan di era Disrupsi ini?
1.Akurasi dan detail
Akuntansi tidak jauh-jauh dari angka dan uang. Sehingga kemampuan untuk dapat menghitung secara akurat tentu dibutuhkan oleh para akuntan. Sehinnga akuntan dapat menyajikan laporan keuangan yang akuntabel atau dapat diandalkan.
Untuk mencapai akurasi tersebut, kualifikasi attention to detail harus dimiliki oleh seorang akuntan. Semua harus dihitung secara detail dan akurat hingga decimal yang ditentukan.
2.Pola pikir logika
Banyak yang beranggapan bahwa menjadi seorang akuntan yang penting bisa menghitung dan teliti, namun dibalik itu, sebenarnya akuntansi bukan ilmu yang pasti. Meskipun sudah ada aturan, prinsip yang mengatur, namun akuntansi tidak bisa jauh dari asumsi-asumsi yang digunakan oleh tiap akuntan, dan itu tidak jauh dari buah pikiran secara logis.
Dalam memahami persoalan akuntansi, akuntan tidak bisa sepenuhnya kaku, akuntan juga harus bisa fleksibel sepanjang hal tersebut masih mengikuti aturan maupun kaidah yang sudah ditentukan. Orang akuntansi tidak mudah menerima hal-hal yang tidak masuk akal.
3.Terukur
Meskipun banyak menggunakan logika, namun logika yang terukur. Jika sesuatu tidak bisa exact, minimal harus logis dan terukur. Logika yang dianggap terukur oleh akuntansi adalah logika yang tertuang dalam prinsip dan asumsi yang sudah melalui pengujian yang cukup, lalu disepakati bersama dan diterima oleh umum—dalam literature disebut ‘prinsip prinsip akuntansi berterima umum” (PABU). Bukan prinsip dan asusmi ngawur. Harus masuk akal—baik secara teoritis maupun praktikal.
4.Konsisten
Untuk dapat diandalkan, selain membutuhkan akurasi, detail, logis dan dapat diukur, juga dibutuhkan konsistensi. Konsisten dalam penerapan prinsip-prinsip secara konsisten dari satu periode ke periode berikutnya.
5.Disiplin
Tanpa disiplin tinggi, konsistensi tidak akan terjadi. Konsistensi, butuh disiplin tinggi:
-Tidak menyepelekan fakta sekecil apapun;
-Patuh pada prosedur dan kebijakan perusahaan;
-Patuh pada aturan pemerintah;
-Patuh pada standard san kode etik;
-Patuh pada prinsip yang berterima umum dan praktek yang lazim
Disamping akurasi dan konsistensi, laporan yang dibuat melalui proses akuntansi—yaitu laporan keuangan—harus relevan, disajikan tepat waktu. Untuk bisa memenuhi target waktu penyampaia laporan keuangan, juga memerlukan disiplin yang tinggi.
6.Skeptis
Professional skepticism adalah sebuah kualifikasi yang diharuskan. Yang dimaksud skeptis adalah:
-Tidak mudah berkata “Iya”, sebelum berkata iya, akuntan wajib mencari tahu dulu data dan fakta.
-Tidak mempercayai informasi apapun sebelum ada verifikasi.
Orang akuntansi, secara profesi memang wajib skeptis; tidak mudah mengatakan iya; dan tidak mudah mempercayai informasi tanpa data dan fakta.
Dalam artikel selanjutnya akan saya bahas mengenai softkill yang dibutuhkan Akuntan handal pada masa kini dan masa depan.