Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD YANG DIPERKENANKAN PERATURAN PERPAJAKAN

07 September 2019
Category: TAX
Penulis:         Elly Yuliana S.P., S.E., BKP
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD YANG DIPERKENANKAN PERATURAN PERPAJAKAN

Salah satu dari bentuk investasi dalam pengembangan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan, yaitu dengan pembelian asset/harta. Atas pengeluaran pembelian asset/harta yang dilakukan perusahaan tidak serta merta dapat mengurangi laba dari perusahaan tersebut.

Sesuai dengan penjelasan pasal 11 UU PPh tahun 2008, pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan. Dari penjelasan tersebut, apabila melakukan pembelian harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun tidak dapat dibebankan sekaligus.

Adanya pembebanan yang tidak sekaligus tersebut, maka oleh peraturan perpajakan yang tertuang dalam pasal 11 (1) UU PPh tahun 2008, dilakukan dengan dua metode penyusutan, yaitu:

    1.Metode garis lurus (straight-line method), yaitu metode yang dipergunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan atas harta tersebut.

    2.Metode saldo menurun (declining-balance method), yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan dasar penyusutan adalah nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Metode ini tidak berlaku untuk penghitungan penyusutan atas bangunan.

Metode penyusutan yang dilakukan ini harus taat azas dan konsisten, jadi apabila sudah menggunakan metode garis lurus maka tidak boleh diubah kecuali meminta ijin kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Penyusutan harta berwujud tersebut dimulai sejak bulan diperolehnya harta tersebut, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Apabila harta tersebut disusutkan ketika mendapatkan penghasilan, maka harus mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

Selain metode yang diatur, adapula penyusutan yang tidak diperbolehkan oleh peraturan perpajakan, yaitu:

    1.Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiscal, contohnya adalah kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan baik itu yang mempunyai jabatan ataupun tidak, rumah dinas karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.

    2.Dalam hal harta yang tidak diperbolehkan untuk disusutkan secara fiscal tersebut dijual ataupun dialihkan, keuntungannya merupakan obyek PPh yang dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga perolehan, tetapi sebaliknya jika rugi, maka kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

Atas hal tersebut diatas, dalam menghitung pajaknya harus dikeluarkan dalam bentuk koreksi fiscal apabila terdapat penyusutan pada laporan keuangan komersial.

Dengan adanya penjelasan penyusutan atas harta berwujud yang diperbolehkan oleh perpajakan ini, diharapkan perusahaan sebagai wajib pajak, dapat melakukan pembebanan pengeluaran tersebut pada laporan keuangan secara benar, sehingga pajak yang akan dihitung pada laba akan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ini juga adalah merupakan bentuk dari kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan peraturan perpajakan.

***

   For Further Information, Please Contact Us!