Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Bagaimana Cara Membaca Laporan Keuangan (Part 1)

15 March 2019
Category: ACCOUNTING
Penulis:         Ernatalia Sari, S.E
Bagaimana Cara Membaca Laporan Keuangan (Part 1)

Kemampuan membaca laporan keuangan merupakan hal yang penting untuk dikuasai dalam sebuah bisnis. Dengan membaca laporan keuangan pemilik bisnis, manajemen dan stakeholder lainnya dapat mengetahui seluruh kondisi keuangan perusahaan. Tidak banyak dari kita mengetahui bagaimana cara yang tepat dalam membaca laporan keuangan. Sebagian dari kita hanya fokus dengan performa laba atau rugi perusahaan, padahal kondisi perusahaan tidak dapat dinilai hanya dari performa laba atau rugi perusahaan saja. Untuk itu berikut ini adalah tips membaca laporan keuangan yang dapat anda gunakan untuk menilai kondisi perusahaan.

Sebelum ke topik bagaimana cara membaca laporan keuangan kita harus mengetahui apa saja 3 komponen utama laporan keuangan. Adapun 3 komponen utama laporan keuangan adalah Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas. Selanjutnya akan kita bahas masing-masing bagaimana membaca laporan keuangan atas ketiga komponen utama laporan keuangan tersebut.

    1.Neraca

    Neraca sendiri merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang menggambarkan sisi aset perusahaan dan sisi lainnya berupa sumberdaya untuk mendanai kepemilikan aset tersebut. Konsep termudah untuk memahami Neraca adalah sebagai berikut:

    Aset = Kewajiban + Modal

    Aset dalam perusahaan dapat berupa aset lancer dan aset tidak lancar. Aset lancar dapat berupa Kas & Setara Kas, Piutang, dan Persediaan. Aset tidak lancar dapat berupa Tanah, Bangunan Mesin, dan Kendaraan. Kemudian kewajiban atau sebutan lainnya hutang, terdiri dari 2 macam juga, hutang lancar (jangka pendek) dan hutang tidak lancar (jangka panjang). Sementara modal berupa sejumlah modal disetor, saldo laba dan termasuk didalamnya bagian saham yang diperjual belikan dan sejumlah saham pemilik.

    Informasi dari laporan ini bisa kita dapatkan dengan menggunakan metode-metode analisa rasio. Untuk neraca kita dapat menilai salah satunya adalah tingkat likuiditas perusahaan, tingkat hutang perusahaan, dan banyak rasio lainnya. Pada artikel kali ini akan kita bahas terlebih dahulu 2 contoh rasio yakni rasio likuiditas dan rasio hutang terhadap ekuitas.

    Pertama-tama mari kita pelajari bagaimana menilai tingkat likuiditas perusahaan dari Neraca perusahaan. Tingkat likuiditas sendiri menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendeknya atau dengan kata lain bagaimana perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan harta lancarnya. Hal ini dapat kita hitung dengan membagi total nilai aset lancar dengan total nilai hutang lancarnya. Maka, semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan, semakin baik juga kondisi perusahaan.

    Sebagai contoh berikut adalah laporan keuangan kuartal pertama tahun 2017 dari PT Unilever Indonesia Tbk.

    Maka perhitungan likuiditasnya adalah sebagai berikut:

    7.996.530 / 10.666.311= 0,74.

    Untuk menentukan apakah likuiditas sekian apakah cukup bagus atau tidak, anda dapat membandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis atau anda juga dapat membandingkan dengan perusahaan yang sama namun bandingkan dari periode ke periode, maka anda dapat mengamati tren dari waktu ke waktu apakah kondisi perusahaan sedang dalam keadaan baik atau sedang dalam keadaan turun.

    Berikutnya kita juga dapat menilai tingkat hutang perusahaan dengan menggunakan DER (Debt to Equity Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi total hutang dengan total modal. Masih menggunakan contoh Laporan Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk, mari kita coba hitung tingkat hutang perusahaan FMCG (Fast Moving Consumer Goods) ini.

    Maka perhitungan Debt to Equity Ratio adalah sebagai berikut:

    11.921.305 / 6.665.099= 1,79

Jadi rasio hutang terhadap ekuitas PT. Unilever Indonesia Tbk pada kuartal pertama 2017 tanggal 31 Maret 2017 adalah sebesar 1,79 kali. Pada umumnya, Debt to Equity Ratio atau Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang optimal pada suatu perusahaan adalah sekitar 1 kali, dimana Jumlah Hutang adalah sama dengan Jumlah Ekuitas. Namun rasio ini berbeda antara satu jenis industri dengan jenis industri lainnya karena tergantung pada proporsi aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Semakin banyak aktiva atau aset tidak lancar (seperti pada industri padat modal), semakin banyak ekuitas yang dibutuhkan untuk membiayai investasi jangka panjang.

Umumnya Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) yang dapat diterima adalah berkisar diantara 1,5 kali hingga 2 kali. Bagi perusahaan besar yang sudah go publik (perusahaan terbuka), Debt to Equity Ratio bisa mencapai 2 kali atau lebih dan masih dianggap “bisa diterima”. Namun bagi perusahan kecil menengah, angka tersebut tidak dapat diterima.

Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan mungkin tidak dapat menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kewajiban hutangnya. Akan tetapi, Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang rendah juga dapat menandakan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peningkatan profit/labanya secara maksimal.

Dua contoh analisa diatas dapat digunakan dalam rangka mencari informasi keuangan melalui Neraca, keduanya dapat anda gunakan dalam mengambil keputusan stratejik sebagai contoh bagi manajer keuangan kedua rasio diatas dapat diinformasikan kepada direksi untuk membantu pengambilan keputusan direksi mengenai strategi-strategi dan program selanjutnya yang akan dilaksanakan perusahaan dalam rangka pencapaian visi perusahaan dan keberlangsungan perusahaan di masa depan. Bagi pengguna eksternal kedua rasio ini umumnya digunakan dalam pengambilan analisis fundamental saham.

   For Further Information, Please Contact Us!