Revealing Potentials Of BYOD At Work
13 April 2018
Category: ACCOUNTING
Penulis:
Girindra Wardana, A.Md
Pengelolaan aset tetap merupakan masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan, baik saat pengadaan, perawatan, maupun pengadministrasiannya. Pada tingkat eksekutif yang lebih tinggi, aset tetap juga menjadi perhatian tersendiri karena seringkali pihak-pihak yang berkepentingan mendasarkan evaluasi kinerja direksi pada rasio seperti return on investment (ROI). Perusahaan berusaha untuk memikirkan bagaimana cara untuk memperoleh ROI yang optimum –mengusahakan income sebesar-besarnya dengan menggunakan aset tercatat sekecil mungkin. Perusahaan biasanya memilih opsi sewa dibandingkan membeli. Namun, tidak semua aset bisa diperoleh dengan menyewa. Perusahaan dapat mempertimbangkan alternatif lain yaitu menerapkan kebijakan Bring Your Own Device (BYOD) di lingkungannya.
Kebijakan BYOD merupakan kebijakan yang memperbolehkan karyawan untuk membawa alat milik pribadi seperti komputer jinjing, ponsel, dan kamera, dan menggunakan alat tersebut untuk menyelesaikan pekerjaannya. Istilah BYOD mulai digunakan secara luas sejak 2009 ketika Intel Corporation (sebuah perusahaan ICT multinasional yang berpusat di Amerika Serikat) melihat kecenderungan para karyawannya membawa alat milik pribadi untuk bekerja dan menyambungkan alatnya dengan jaringan internet perusahaan. Kebijakan ini menuai respon positif pada tahun-tahun berikutnya dimana tingkat pengadopsian di negara Timur Tengah mencapai 80%, diikuti dengan negara-negara maju seperti Brazil, Rusia, India, dan Malaysia mencapai 75%, dan negara-negara berkembang mencapai 44% per 2012.
Banyak perusahaan melaporkan bahwa karyawan-karyawan di perusahaannya menjadi lebih produktif setelah menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Enterprise CIO bahwa kebijakan BYOD dapat meningkatkan produktivitas sebesar 16% selama 40 jam kerja dalam seminggu. Perusahaan lain juga melaporkan bahwa perusahaan menerima sekitar 40% lebih banyak lamaran dari para pencari kerja sejak menerapkan kebijakan tersebut. Berbagai penelitian lain mengungkapkan bahwa hal ini memiliki korelasi karena karyawan lebih merasakan kebebasan dalam bekerja dan mereka dapat mengoperasikan suatu alat miliknya secara lebih cepat dibandingkan dengan alat milik perusahaan. Di sisi lain, perusahaan dapat menghemat pengeluaran karena tidak perlu lagi membeli, merawat, dan mengadminstrasikan aset tetapnya. Dengan kata lain, perusahaan mengalihkan sebagian risiko operasionalnya kepada karyawan.
Terlepas dari berbagai hal positif yang dirasakan dari implementasi BYOD, kebijakan ini juga memiliki beragam celah negatif. Diantaranya adalah gangguan keamanan data atau informasi perusahaan, potensi kehilangan pelanggan kunci, dan investasi yang lebih tinggi pada infrastruktur ICT. Gangguan keamanan data atau informasi perusahaan dapat terjadi karena pengungkapan informasi yang tidak seharusnya. Selain itu, informasi perusahaan dapat terekspos kepada pihak eksternal jika alat milik karyawan dijual, dihibahkan kepada anggota keluarga, maupun hilang.
Potensi kehilangan pelanggan kunci dapat terjadi terutama jika karyawan yang sering berinteraksi secara langsung dengan pelanggan mengundurkan diri. Pelanggan tentu lebih menyukai untuk menghubungi karyawan langsung ke nomor pribadinya. Tetapi jika suatu waktu pelanggan menghubungi karyawan disaat karyawan tersebut sudah mengundurkan diri maka potensi pelanggan untuk berpaling ke perusahaan lain akan semakin besar.
Di sisi lain, jika perusahaan memutuskan untuk mengadopsi kebijakan BYOD, perusahaan harus memfokuskan sebagian besar sumber daya yang dimiliki untuk infrastruktur ICT, seperti peningkatan kualitas jaringan, pembentukan prosedur pengawasan, dan peningkatan fasilitas pendukung lainnya. Hubungi tim kami untuk konsultasi lebih lanjut mengenai manajemen aset tetap.