Perbedaan 3 Jenis Imbalan Kerja Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (“PSAK”) No.24
18 August 2017
Category: AUDIT
Penulis:
Julian Lukito, S.E., Ak., CA., CPA
Secara umum PSAK No.24 mengenai “Imbalan Kerja” adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di Entitas.
Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (Perundangan) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di Entitas, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Imbalan-imbalan di Undang-Undang tersebut dapat diatur lebih lanjut di Peraturan Entitas (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Entitas dan Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di Perundangan.
Dengan berlakunya Perundangan ini mengakibatkan Entitas akan dibebani dengan jumlah pembayaran pesangon yang tinggi terutama untuk Entitas yang memiliki jumlah karyawan ribuan orang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya arus kas dari Entitas akibat dari ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK No.24 mengharuskan Entitas untuk membukukan pencadangan atas kewajiban pembayaran pesangon/imbalan kerja dalam laporan keuangannya. Pernyataan ini mengharuskan pemberi kerja (Entitas) untuk mengakui:
·Liabilitas, jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja yang akan dibayarkan di masa depan; dan
·Beban, jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.
Berdasarkan PSAK No.24, definisi imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan Entitas dalam pertukaran atau jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk terminasi kontrak kerja. Jika dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk dalam definisi imbalan kerja di PSAK No.24 adalah sebagai berikut :
-Imbalan Kerja Jangka Pendek: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau melalui subsidi).
-Imbalan Pasca Kerja: Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.
-Imbalan Kerja Jangka Panjang: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari emas dan lain-lain.
-Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK): Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan dalam pernyataan PSAK No.24, jika dan hanya jika Entitas sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di Perundangan ini adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan oleh Entitas kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja=setelah bekerja).
Imbalan Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan paska kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam PSAK-24, yaitu:
-Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun;
-Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat;
-Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia;
-Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri.
Keempat imbalan kerja di atas harus dihitung oleh Entitas, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern (berkelanjutan). Alasan kenapa Entitas` harus menerapkan PSAK No.24 adalah:
-Adanya prinsip akutansi accrual basis. Penerapan PSAK-24 pada Entitas adalah sesuai prinsip akutansi accrual basis, yaitu Entitas harus mempersiapkan (mencadangkan/mengakui) utang (liability), untuk imbalan yang akan jatuh tempo nanti.
-Tidak ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika didalam laporan keuangan tidak terdapat akun untuk imbalan pasca kerja (melalui PSAK No.24), maka secara tidak langsung Entitas sebenarnya “menyembunyikan” kewajiban untuk imbalan pasca kerja.
-Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan Entitas memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut, maka pada periode berjalan Entitas harus mengeluarkan sejumlah uang yang mengurangi laba Entitas. Jika dari awal Entitas sudah mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja yang telah dicatatkan Entitas di laporan keuangan.
Peran auditor penerapan PSAK No.24 “Imbalan Kerja”
Pihak yang terkait dalam proses perhitungan beban imbalan kerja PSAK No.24 adalah auditor, biasanya sering disebut sebagai eksternal auditor (Kantor Akuntan Publik-KAP). Seperti yang telah diketahui setiap Entitas akan menyusun laporan keuangan di akhir tahun buku, maka pihak KAP akan melakukan audit pada Entitas tersebut. Pada proses audit tersebut salah satunya juga akan memberikan pendapat mengenai hasil laporan PSAK No.24 yang telah dihitung akan di cek berdasarkan asersi-asersi yang digunakan dalam istilah auditor. Hal ini untuk membuktikan apakah peneruapan Entitas sudah sesuai dengan PSAK No.24 yang di keluarkan oleh DSAK-IAI atau belum. Selain itu juga auditor juga akan mengecek apakah asumsi-asumsi yang digunakan pada laporan aktuaria yang digunakan Perusahaan telah tepat dan sesuai dengan keadaan dari Perusahaan.
Oleh karena itu penerapan PSAK No.24 dianjurkan kepada Entitas, apabila Entitas tidak menerapkan PSAK ini, maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian PSAK No.24 mengenai “Imbalan Kerja” ini. Artinya, semua akun di laporan keuangan adalah wajar, bebas dari salah saji material, kecuali salah satu akun sehubungan dengan PSAK No.24, karena Entitas tidak mengikuti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Apa yang dilakukan auditor sudah sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).