Financial Distress Sebagai Prediktor Auditor Switching
22 May 2017
Category: AUDIT
Penulis:
Lylin Iman Sari, S.E
Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas pihak manajemen untuk melaporkan kinerjanya. Para investor dapat mengetahui kinerja manajemen berdasarkan laporan keuangan yang dibuat karena pada dasarnya investor tidak mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan, sehingga memerlukan jasa pihak ketiga untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen.
Pihak yang dapat menengahi antara kepentingan manajemen dan kepentingan investor data dilakukan oleh auditor untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan sebagai pihak yang independen. Namun saat ini independensi seorang auditor banyak diragukan dengan berbagai macam contoh kasus dan alasan, sehingga untuk menghindari adanya kecurangan dan tidak adanya independensi auditor maka dilakukan auditor switching.
Auditor switching adalah pergantian auditor atau KAP yang dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya regulasi atau peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan auditor switching (Mandatory) dan juga karena keinginan dari perusahaan yang melakukan auditor switching secara sukarela (Voluntary) (Wea dan Murdiawati, 2015).
Pergantian auditor secara mandatory tertuang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik bahwa pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik atas informasi keuangan historis keuangan suatu klien untuk tahun yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu untuk Perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan, dana pension, industri di sector pasar modal, Perusahaan asuransi, dan Badan Usaha Milik Negara. Lebih lanjut ditegaskan oleh Undang-Undang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2016 yang memberikan batasan paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dilakukan oleh KAP yang sama dan oleh Akuntan Publik yang sama. Pergantian Akuntan Publik secara voluntary artinya Perusahaan melakukan pergantian Akuntan Publik sendiri sebelum 5 (lima) tahun. Hal ini bisa terjadi karena dua alasan yaitu faktor dari aturan dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut dan Perusahaan itu sendiri.Pergantian auditor yang terjadi karena faktor dari Perusahaan misalnya fee auditor yang terlalu tinggi dan kualitas auditor yang tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan, sedangkan faktor pergantian auditor karena faktor aturan Kementerian keuangan memang karena hal ini sudah diatur terlebih dahulu dalam Undang-Undang ataupun Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
Saat ini pergantian auditor telah diatur dengan peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik yang merupakan peraturan lebih lanjut dari Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Peraturan ini dirasakan akan dapat memberikan keuntungan tersendiri karena auditor dapat mempertahankan klien yang menggunakan jasanya untuk memeriksa laporan keuangan karena peraturan ini tidak mengatur batasan paling lama periode perikatan audit atas laporan keuangan historis dengan KAP yang sama, dengan catatan setiap paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut KAP harus mengganti Akuntan Publik atau Akuntan Publik Terasosiasi yang melakukan audit atas laporan keuangan historis pada perusahaan tersebut.
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2015 nampaknya akan memperkecil risiko KAP untuk kehilangan klien. Namun beberapa penelitian menyebutkan meskipun adanya peraturan tersebut tidak dapat menjamin perusahaan tidak melakukan auditor switching untuk perusahaan. Salah satu faktor perusahaan mengganti auditornya adalah Financial Distress (masalah keuangan).
Financial distress adalah kondisi suatu perusahaan yang sedang kesulitan keuangan. Masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan dapat dijadikan sinyal bahwa perusahaan tersebut akan melakukan auditor switching dengan berbagai alasan untuk dapat mengganti KAP menjadi KAP yang menawarkan fee lebih rendah.
Financial distress dapat dihitung dengan mudah oleh Kantor Akuntan Publik dengan cara menghitung DAR (Debt to Assets Ratio) yaitu total hutang dibagi dengan total aset. Semakin tinggi proporsi DAR, maka semakin besar risiko keuangan perusahaan. Untuk tingkat rasio DAR yang aman adalah 50%, dimana rasio DAR diatas 50% merupakan indikasi bahwa perusahaan mengalami financial distress.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa financial distress (masalah keuangan) merupakan alasan perusahaan melakukan auditor switching, diantaranya Nujmatul Laily dan Dodik Juliardi (tahun 2014)yang dalam jurnalnya menyatakan bahwa, kesulitan keuangan merupakan salah satu faktor perusahaan melakukan auditor switching. Kemudian Alexandros Ngala Solo Wea dan Dewi Murdiawati dalam jurnalnya tahun 2015 menyatakan bahwa, financial distress merupakan faktor pendorong bagi perusahaan untuk mengganti KAP yang lama dengan KAP yang baru. Hal tersebut karena biaya audit yang tinggi dibebankan kepada perusahaan sementara kondisi perusahaan sedang tidak stabil.
Dari penjabaran diatas, financial distress merupakan salah satu faktor yang mendukung perusahaan untuk melakukan auditor switching, sehingga Kantor Akuntan Publik dapat memprediksikan adanya pergantian auditor untuk klien yang sedang mengalami kesulitan keuangan.