INDEPENDENSI AUDITOR INTERNAL
16 March 2017
Category: INTERNAL AUDIT
Penulis:
Galih Ivan Christyansah, SE.
Independensi, satu kata sifat yang wajib melekat pada setiap diri auditor. Telah diatur dalam kode etik profesi bahwa setiap auditor harus memiliki independensi dalam fakta maupun dalam penampilan.
Menurut definisi yang disusun oleh Institute of Internal Audit (IIA), Internal audit adalah aktivitas independen, keyakinan obyektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, kecukupan pengendalian dan proses tata kelola.
Independensi merupakan poin penting yang harus disorot dalam definisi internal audit. Seorang auditor internal harus memiliki sifat independen dan objektif dalam melakukan pekerjaannya. Independen disini diartikan sebagai kondisi bebas dari situasi yang dapat mengancam kemampuan aktivitas auditor internal untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara tidak memihak (IIA). Dalam melaksanakan tugasnya seorang auditor internal harus didukung oleh seluruh manajemen senior dan dewan komisaris agar independensinya dapat terjaga. Dukungan dari seluruh manajemen dan dewan komisaris dapat membantu auditor internal dalam melakukan tugasnya dan mengungkapkan pemikirannya sesuai dengan standar audit yang berlaku.
Secara ideal, auditor internal dikatakan independen apabila dapat melaksanakan tugasnya secara bebas dan obyektif. Seorang auditor internal mengandalkan kebebasannya untuk melaksanakan tugasnya dengan tidak berpihak dan objektif. Independensi dan objektivitas merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam internal audit. Auditor internal dapat bersikap objektif dengan mengandalkan independensinya. Demikian juga, sikap objektif mencerminkan independensi dari seorang auditor internal.
Independensi dan objektivitas seorang auditor diatur dalam International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing 1100. Dalam standar internasional tersebut dijelaskan bahwa apabila independensi atau objektivitas dari seorang auditor terkendala, maka detail dari kendala tersebut harus disampaikan kepada pihak yang berwenang. Termasuk didalamnya dijelaskan bahwa seorang auditor internal harus menolak melaksanakan penugasan penilaian kegiatan yang pada masa sebelumnya pernah menjadi tanggung jawabnya. Sementara itu, objektivitas auditor internal dianggap terkendala apabila auditor memberikan jasa asurans atas kegiatan yang pernah menjadi tanggung jawabnya pada tahun sebelumnya.
Dalam praktek sehari-hari, independensi tidak semudah teori yang dipelajari selama perkuliahan. Kondisi dan permasalahan yang dihadapi dilapangan membuat auditor internal bisa saja mempertaruhkan independensinya. Pertimbangan pertama yang dipikirkan oleh auditor internal adalah organisasi atau perusahaan tempat dia bekerja tentu saja merupakan sumber penghasilannya. Sehingga auditor internal mempunyai ketergantungan kepada organisasinya sebagai pemberi kerja. Meskipun diatas kertas auditor internal menandatangani surat independensi, namun pada kenyataannya independensi secara individu masih dipertanyakan.
Pengaruh atau intervensi terhadap independensi dari seorang auditor dapat berasal dari manajemen atau dari dalam internal auditor itu sendiri. Sebagai contoh ketika direktur perusahaan membatasi ruang lingkup dari pemeriksaan, hal tersebut merupakan pembatasan terhadap independensi auditor internal. Kondisi lain yang berpotensi mempengaruhi independensi dari auditor internal adalah banyaknya pihak yang mempunyai kepentingan berbeda di dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Independensi, integritas serta tanggung jawab seorang auditor internal terhadap profesinya dan masyarakat akan dipertaruhkan dengan menempatkan auditor internal sebagai bagian dari kepentingan manajemen internal organisasi. Sebagai contoh dari intervensi terhadap independensi seorang auditor internal adalah ketika seorang auditor internal suatu bank memiliki kewajiban melaporkan hasil audit kepada Bank Indonesia secara periodik. Itu berarti laporan tersebut akan berpotensi dipengaruhi oleh kepentingan manajemen bank yang bersangkutan agar tidak membawa dampak “merepotkan” manajemen karena adanya sanksi dari Bank Indonesia.
Pentingnya independensi dalam diri auditor serta terdapatnya pengaruh atau intervensi terhadap independensi seorang auditor membuat dibutuhkan beberapa cara untuk membangun independensi seorang auditor internal. Kedudukan audit internal dalam struktur organisasi yang langsung berada dibawah dewan komisaris dan direktur utama serta dapat berkomunikasi langsung dengan mereka merupakan salah satu cara membangun independensi. Dalam melakukan pekerjaannya, auditor internal akan mampu mengungkapkan pandangan dan dan pendapat tanpa tekanan dari manajemen ataupun pihak lain yang terkait dengan organisasi. Selain dengan kedudukan dari unit audit internal dalam struktur organisasi, komitmen dari manajemen puncak untuk mendukung independensi dari auditor internal harus dituang dalam pernyataan tertulis yang disebut Internal Audit Charter. Untuk membangun independensi yang lebih kuat lagi dalam diri seorang auditor internal, dibutuhkan komitmen dari auditor internal itu sendiri untuk bersikap independen dan objektif dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen tersebut dituang dalam kode etik internal audit perusahaan dan masing-masing auditor internal turut menandatangani surat pernyataan independensi. Seorang auditor internal tidak boleh memiliki kepentingan terhadap unit atau aktivitas yang diauditnya. Apabila dalam prakteknya seorang auditor internal memiliki keterkaitan dengan unit atau aktivitas yang diauditnya dan mengakibatkan auditor tersebut tidak independen, maka internal audit harus melaporkan hal tersebut kepada manajemen puncak.
Pada akhirnya, tidak mudah membangun dan mewujudkan independensi dalam diri seorang auditor internal. Bahkan, ada istilah khusus yang mungkin sudah diketahui oleh sebagian besar auditor. “Tidak ada makan yang gratis”, istilah tersebut dapat diartikan seorang auditor internal yang bekerja untuk suatu organisasi dan mendapatkan nafkah hidup dari organisasi atau perusahaan tersebut diharapkan memberikan “timbal balik” yang menguntungkan untuk perusahaan tersebut. Dibutuhkan kompetensi yang baik dan professionalisme dari auditor internal tersebut untuk membangun independensi.
“Professionalism is a frame of mind, not a paycheck”