Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Lebih Untung Mana Pisah Harta Atau Lebur NPWP?

10 December 2016
Category: TAX
Penulis:         Dani Habibi Ridwan, S.E.
Lebih Untung Mana Pisah Harta Atau Lebur NPWP?

Sebagai warga Negara Indonesia yang sudah memiliki penghasilan dan tentunya Taat pajak, Sesuai undang-undang KUP setiap warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan subyektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk memperoleh NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak. Jadi NPWP wajib dimiliki oleh setiap Individu yang sudah memenuhi syarat sesuai ketentuan undang-undang perpajakan. Salah satu permasalahan terkait NPWP yang sering terjadi kebingungan di masyarakat adalah kepemilikan NPWP bagi Individu yang sudah menikah terutama Istri yang sebelumnya sudah memiliki NPWP, apakah NPWP lebih baik ikut suami atau tetap sendiri-sendiri?

Kepemilikan NPWP bagi suami istri pada dasarnya hanya butuh satu NPWP yang digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan sebagaimana diatur dalam UU PPh no 36 tahun 2008 pasal 1 angka 7 ayat 8 bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.

Penjelasan Pasal 8 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak, dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga (suami) kecuali istri memang menghendaki untuk pisah harta atau menjalankan kewajiban perpajakannya secara sendiri-sendiri. Dalam hal ini tentu ada yang lebih menguntungkan dari kedua pilihan di atas.

Sebagai ilustrasi perhitungan dapat saya paparkan dari contoh di bawah ini :

Suami

Penghasilan Netto 1 Tahun Rp 70.000.000,-

PTKP (K/0) Rp 58.500.000,-

PKP Rp 11.500.000,-

PPh terutang 1 Tahun (5%xRp 11.500.000,-) Rp 575.000,-

Istri

Penghasilan Netto 1 Tahun Rp 60.000.000,-

PTKP (TK/0) Rp 54.000.000,-

PKP Rp 6.000.000,-

PPh terutang 1 Tahun (5%xRp 6.000.000,-) Rp 300.000,-

Perhitungan PPh sudah dihitung sendiri-sendiri dan mendapat bukti potong oleh pemberi kerja masing-masing. Namun, apabila suami istri memiliki NPWP sendiri maka penghasilan suami istri digabung dalam perhitungan SPT Tahunannya. Contoh:

Penghasilan Netto Suami Rp 70.000.000,-

Penghasilan Netto Istri Rp 60.000.000,-

Total penghasilan Netto Rp 130.000.000,-

PTKP (K/I/0) Rp 112.500.000,-

Total PKP Rp 18.500.000,-

PPh terutang setahun (5%*18.500.000,-) Rp 925.000,-

Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami

PPh terutang

(70.000.000/130.000.000) x 925.000 Rp 498.077,-

Kredit Pajak PPh 21 Rp 575.000,-

PPh K/(L) Bayar (Rp 76.923,-)

Perhitungan untuk SPT tahunan PPh istri

PPh terutang

(60.000.000/130.000.000) x 925.000 Rp 426.923,-

Kredit Pajak PPh 21 Rp 300.000,-

PPh K/(L) Bayar Rp 126.923,-

Jadi, jika NPWP dimiliki sendiri-sendiri antara suami dan istri maka terjadi kurang bayar sebesar Rp 50.000,- . Akan tetapi jika NPWP suami dan istri digabung jadi satu maka tidak ada terjadi kurang bayar alias nihil karena sudah dipotong oleh perusahaan masing-masing tempat bekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan apabila istri memilihi memiliki NPWP sendiri sama sekali tidak ada keuntungannya. Namun apabila ada motif lain sehingga suami dan istri lebih memilih memiliki NPWP sendiri-sendiri harus dipikirkan terlebih dahulu konsekwensinya. Demikian hasil paparannya semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

   For Further Information, Please Contact Us!