Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

CULTURAL INTELLIGENCE (Bagian 2) - SENI MENINGKATKAN SENSITIFITAS BUDAYA

18 October 2016
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Dra. I. Novianingtyastuti, Psi
CULTURAL INTELLIGENCE (Bagian 2) - SENI MENINGKATKAN SENSITIFITAS BUDAYA

Cultural awareness bukan lagi pilihan dalam bisnis global. Kemampuan seseorang dalam hal satu ini menentukan siapa yang akan mendapatkan banyak kontrak bisnis. Mempelajari kecenderungan budaya tertentu dan kepekaan mengidentifikasi akan sangat memberikan nilai tambah dan tidak dapat ditunda lagi. Kebutuhan ini menjadi santapan yang muncul dalam keseharian kita dalam relasi social maupun dalam bisnis.

Melengkapi artikel penulis sebelumnya tentang cultural intelligence, Livermore (2011) mendefinisikannya sebagai kemampuan untuk berfungsi secara efektif dalam berbagai konteks budaya yang bervariasi. Globalisasi yang terjadi telah meningkatkan interaksi antar budaya, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, ketegangan dan konflik budaya (Ang, Dyne, & Tan, 2010). Saat ini kita bekerja dan hidup dalam komunitas multikultural. Kita akan makin sering berhadapan dengan orang dari ras, budaya dan latar belakang yang berbeda. Dalam situasi demikian, butuh serangkaian perspektif, pengetahuan dan ketrampilan mengenali perbedaan budaya agar dapat memahami dan beradaptasi dengan mulus dalam berbagai situasi.

Faktor dalam Cultural Intelligence

Cultural intelligence (Ang., et. all., 2008) meliputi 4 (empat) faktor, yaitu: Pengetahuan, Strategi, Motivasi dan Perilaku. Faktor pertama cultural intelligence yang berkaitan dengan pengetahuan menunjukkan seberapa luas dan dalam pengetahuan individu tentang budaya dan perbedaan-perbedaan antar budaya. Pengetahuan yang dimiliki individu yang cerdas budaya meliputi pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Pengetahuan umum meliputi pengetahuan tentang budaya orang lain maupun budayanya sendiri dan perbedaan yang ada diantara keduanya. Pengetahuan khusus meliputi pengetahuan tentang pola-pola perilaku khusus yang bersifat kontekstual. Suatu perilaku tertentu dapat memiliki makna khusus sesuai dengan konteksnya, yang tidak terdapat dalam budaya lainnya. Artinya makna itu hanya berlaku dalam konteks tertentu pada budaya tersebut. Contoh perilaku menghormati orang lain dalam berbagai budaya dilakukan membungkukkan badan, memeluk, mencium, menjabat tangan, menunduk dan bahkan dengan cara berdiam diri.

Faktor kedua adalah kemampuan dalam berstrategi. Kecerdasan berstrategi mencakup kesadaran akan pikiran untuk mengembangkan dan menemukan cara dan aturan baru bagi interaksi sosialnya. Individu mendapatkan cara dan aturan baru tersebut melalui analisanya terhadap pengalaman yang didapatkan saat melakukan interaksi antar budaya. Kecerdasan tersebut juga menunjukkan kemampuan untuk merencanakan dan merefleksikan kesadaran akan perbedaan budaya itu dalam situasi yang dihadapi serta bagaimana seseorang menyusun strategi mental untuk menyesuaikannya. Dengan menyusun strategi antisipasi, individu berharap dapat berperilaku sesuai dengan budaya dimana dia berada, dan bisa ‘diterima’ oleh orang-orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Seseorang yang memiliki cultural intelligence berstrategi yang tinggi akan selalu bertanya dalam benaknya, hal-hal atau perilaku seperti apa yang diharapkan oleh orang-orang ‘asing’ yang berinteraksi dengannya.

Faktor ketiga, motivasional merupakan kemampuan individu dalam mengarahkan perhatian, minat dan energinya untuk terlibat, mempelajari dan menjalankan fungsi secara efektif saat berada dalam situasi perbedaan antar budaya. Dorongan ketertarikan dari dalam diri untuk belajar dan menyesuaikan dengan budaya lain dapat muncul saat seseorang menikmati dan mendapatkan pengalaman yang menyenangkan ketika berinteraksi dengan orang dari berbagai budaya. Ketertarikan yang muncul dari luar diri individu, yang ‘menariknya’ untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan budaya orang lain akan muncul saat individu merasa mendapatkan keuntungan dari interaksinya dengan orang yang berbeda budaya. Keuntungan yang didapatkan akan memacu minatnya untuk belajar dan berlaku efektif dalam berbagai konteks budaya. Adapun keyakinan bahwa seseorangakan dapat mempelajari dan menyesuaikan diri dalam interaksi antar budaya, sangat membantu dalam mengatasi tekanan yang mungkin timbul saat berada dalam situasi antar budaya. Tanpa motivasi yang baik maka sulit bagi kita untuk mengawali ataupun menikmati hubungan interpersonal antar budaya yang ‘sehat’.

Faktor terakhir adalah perilaku. Cultural intelligence dalam berperilaku merupakan kemampuan individu dalam menunjukkan perilaku verbal dan non-verbal yang sesuai saat ia berinteraksi dengan orang dari budaya yang berbeda. Hal ini ditandai dengan kemampuan individu dalam mengatur perilaku sosialnya, sehingga terhindar dari kesalahpahaman dalam komunikasi dan interaksi antar budaya. Aspek ini melingkupi juga fleksibilitas individu dalam perilaku verbal maupun non-verbal seperti pemilihan kata, intonasi suara, gesture, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah yang sesuai dengan konteks budaya dimana dia berada. Termasuk juga ungkapan berupa sapaan, salam, undangan, permintaan, penghargaan ataupun tentang bagaimana cara kita mengatakan “tidak” dalam konteks budaya tertentu.

Bagaimana Meningkatkan Cultural Intelligence

1.Terbuka terhadap budaya baru yang berbeda. Hal ini dapat dimulai denganrasa ingin tahu dan minat terhadap budaya berbeda. Keinginan memahami orang lain dengan perspektif yang berbeda, mendorong kita untuk mencari tahu latar belakang mengapa mereka melakukan hal tersebut. Budaya yang berbeda, melahirkan value/nilai yang berbeda yang dijadikan panduan kehidupan bagi masyarakatnya.

2.Membangun kesadaran diri dalam relasi dengan orang lain. Mengidentifikasi cara spesifik dengan melihat perbedaan dan persamaan dimana latarbelakang budaya dan pengalaman kita mempengaruhi perspektif seseorang dalam bertindak. Kita perlu tahufakta bahwa tidak semua orang dari budaya tertentu berpikir sama dan ada perbedaan mendasar karena masalah ekonomi, geografis, dll. Ini akan menghindarkan sikap ethnosentris -- sikap yang menilai budaya orang lain berdasarkan budaya kita sendiri dan menganggap budaya sendiri lebih baik dari pada budaya orang lain.

3.Hindari kesalahpahaman budaya. Ketika kita melihat budaya yang berbeda, gunakan mindset yang obyektif. Jangan mudah melakukan judgement. Pengetahuan dan pemahaman komprehensif tentang elemen-elemen budaya masyarakat, akan memudahkandalam mengapresiasi munculnya perilaku daninteraksi sebuah budaya tertentu. Dengan demikian memudahkan kita dalam menerima nilai-nilai dan pola perilaku dari sudut pandang budaya berbeda. Pengetahuan yang kita miliki membantu dalam membuat penilaian dan mengambil keputusan yang sesuai dalam berbagai setting budaya. Dengan demikian tidak akan kehilangan orientasi (arah) saat kitaberada dan berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari budaya berbeda.

4.Terlibat dalam project global awareness. Up-to-date terhadap masalah ekonomi, politik dan budaya dari berbagai belahan negara di dunia. Bersikap menjadi “global citizen” akan sangat membantu agar tidak terjebak pada bias budaya. Tempatkan diri kita dalam situasidimana kita bertemu dengan orang dengan budaya berbeda. Pengetahuan, strategi dan dorongan motivasional saja tidak cukup berarti untuk menjadikan seseorang efektif. Kemampuan tersebut harus disertai dengan perilaku nyata, baik dalam wujud perilaku verbal maupun non-verbal.

5.Memahami pentingnya strata dan status. Memahami strata yang ada dalam budaya tertentu akan sangat membantu ketika berhubungan dengan mereka. Dengan demikian, kita dapat menyesuaikan strategi dalam berinteraksi dengan mereka. Dalam beberapa budaya, seseorang dengan strata tinggi akan sangat dihargai meskipun berusia muda atau level jabatan dalam pekerjaannya tidak terlalu tinggi. Demikian juga peran kelompok masyarakat tertentu seperti ketua adat, ulama dalam mempengaruhi sekelompok orang tertentu. Seringkali perundingan berhasil dengan mulus hanya karena kita sangat paham peran tokoh-tokoh tersebut terhadap keputusan-keputusan penting yang akan diambil.

6.Memahami global communication styles. Memahami komunikasi non-verbal masyarakat tertentu sangat penting selain komunikasi verbal. Seperti pemahaman tentang hal-hal yang dianggap sopan, “kasar”, meremehkan, dan menghargai orang dalam budaya berbeda. Perlu mempelajari bahasa tubuh, kontak mata, jabat tangan, gerak anggota tubuh, ekspresi, nada dan volume suara.Hindari topik-topik tertentu seperti agama, politik atau sesuatu yang sangat personal sifatnya. Adapun topik yang netral seperti hobi, ritual budaya tertentu, pertanyaan umumtentang pekerjaan atau keluarga.

7.Tunjukkan perhatian dan rasa hormat terhadap agama, aliran politik, budaya tertentu. Kita bisa kehilangan bisnis ketika menunjukkan sikap kurang respek terhadap hal-hal tersebut.

8.Mencoba makanan yang unik dari budaya lain adalah cara lain untuk memahami orang dari budaya yang berbeda. Bukan hanya rasanya, tapi bagaimana mereka mempersiapkan masakan istimewa tersebut bisa menjadi inspirasi kita bagaimana tradisi mereka.

   For Further Information, Please Contact Us!