HAZARD ANALYSIS CRITICAL POINT (HACCP) PADA PRODUK TAPE SINGKONG UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN
30 May 2016
Category: PRODUCTIVITY AND QUALITY
Penulis:
Erick Setiawan Gunawan, SP
Masalah keamanan pangan masih menjadi permasalahan di Indonesia. Angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan masih cukup tinggi. Kasus keracunan pangan di Indonesia mencapai 7347 kasus dimana 45 orang meninggal (BPOM, 2004). Tahun 1990-2009 kejadian keracunan makanan jenis makanan olahan dan kemasan di Jawa Timur cenderung meningkat, dimana penyebab utamanya adalah jamur dan bahan kimia seperti nitrit (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2009). Pangan sehat mutlak diperlukan untuk semua orang. Makanan mampu menjadi media penularan dari berbagai macam penyakit, baik yang berasal dari virus maupun beberapa jenis mikroba, sehingga kesehatan masyarakat suatu bangsa sangat ditentukan dengan tersedianya pangan yang aman dan sehat untuk masyarakat. Indonesia kaya akan berbagai pangan tradisional, termasuk pangan tradisional berbahan dasar singkong. Indonesia merupakan negara dengan jumlah produksi singkong yang tinggi. Produksi singkong di Indonesia mencapai 20 juta ton pertahun (BPS, 2008). Penganekaragaman pangan berbahan dasar singkong perlu dilakukan, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menyebutkan bahwa ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan merupakan tanggung jawab bersama. Makanan tradisional yang menggunakan bahan baku singkong di Indonesia terdapat sembilan puluh macam banyaknya. Salah satu makanan tradisional Indonesia berbahan dasar singkong yang banyak digemari masyarakat adalah tape singkong. Komponen kimia dan gizi daging singkong sebagai bahan utama tape singkong dalam 100 g adalah sebagai berikut protein 1 g; kalori 154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g. Metode konvensional yang menitikberatkan pengujian pada kualitas produk akhir pada makanan dianggap sudah tidak mampu lagi menjamin keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (SNI 01- 4852-1998). Sifat makanan tape singkong adalah mudah rusak jika perlakuan kurang sesuai. Untuk itu dilakukan analisa HACCP pada proses produksi tape singkong dalam rangka penyediaan makanan tradisional yang aman dan bergizi.
Diagram pengambilan keputusan atau decision tree digunakan untuk menentukan CCP dengan mempertimbangkan tingkat risiko dan kriteria jawaban. Penentuan CCP ini dilakukan pada setiap tahapan proses. Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkanbahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis: 1) Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP- 1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan 2) Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP- 2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi. Dari uraian analisa bahaya, maka dilakukan penentuan CCP pada proses produksi tape singkong. Penentuan CCP dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan atau decision tree. CCP dari proses pembuatan tape singkong ini adalah pengukusan, peragian, pemeraman dan pengemasan. Hal ini menunjukkan bahwa tahap pengukusan, peragian, pemeraman dan pengemasan harus dikontrol dan di kendalikan dengan baik. Jika kontrol dan pengendalian tidak benar maka dapat membahayakan konsumen. Pengukusan singkong harus dilakukan dengan benar sampai singkong benar benar matang, yaitu di kukus dengan suhu 100 C selama 15 menit. Pada tahap ini diharapkan semua spora dan mikroba patogen telah mati sehingga tidak menimbulkan penyakit pada konsumenDalam proses peragian, ragi digunakan sebagai bahan tambahan makanan untuk mengubah singkong menjadi tape. Pada proses fermentasi dalam pembuatan tape, karbohidrat (pati), bereaksi dengan enzim atau terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Glukosa akan mengalami proses fermentasi (peragian) dan menghasilkan etanol/ alkohol. Selain fermentasi gula pereduksi akan meningkat selama fermentasi berlangsung 3 hari. Pada tahap peragian, pemberian ragi harus merata dan benar. Diperlukan ragi sebanyak 4 gr/ Kg singkong masak (Wahyudi, 2011). Pada proses pemeraman singkong, harus dikontrol suhu dan waktunya. Yaitu pada suhu kamar dengan waktu 3x24 jam (Suliantri dan Winiarti, 1991). Jika waktu kurang maka proses peragian tidak akan berjalan dengan baik, jika terlalu lama maka singkong akan menjadi berlendir dan asam. Sebagaimana penelitian Rahman A., (1992) yang mengatakan bahwa makanan yang dihasilkan melalui proses fermentasi alkohol pada umumnya mempunyai cita rasa yang manis dan kuat dalam 2-3 hari. Faktor lain yang berkaitan dengan proses fermentasi adalah kondisi sekelilingnya (suhu, pH, Oksigen, Garam) yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Winarno, 2004)