How Healthy Is Your Company : Check The Ratio Of Debt And Capital
14 December 2015
Category: TAX
Penulis:
Catur Juliyantoro, S.E
Perkembangan dewasa ini, banyak perusahaan yang membayar pajak dengan sangat besar dan bahkan hanya membayar sedikit. Hal ini bisa kita lihat dalam Laporan Keuangan Perusahaan. Pasti semua perusahaan menghindari pembayaran pajak dengan meminimkan biaya pajak atau bahkan tidak membayar pajak. Menumpuk utang dan mengecilkan modal termasuk salah satu cara menghindari pembayaran pajak. Karena utang menimbulkan bunga dan bunga mengurangi penghasilan. Ada juga pemegang saham yang senang mencatatkan utang daripada modal agar “dividen” yang dia terima dicatat oleh perusahaan sebagai pengembalian hutang.
Tulisanmencatatkan utang dengan cetak miring diatas dimaksudkan untuk menekankan bahwa hal tersebut adalah kritis.Sering ditemukan penjualan dicatatkan sebagai utang pemegang saham. Hasil usaha itu dibagi ke pemegang saham, tinggal dikurangi saldo akun “utang pemegang saham”. Semakin banyak saldo akun “utang pemegang saham” maka semakin aman modus “dividen terselubung” yang dia bukukan. Toh, tidak ada aturan batasan utang.
Pembahasan ini diberikan untuk memberikan gambaran serta solusi perusahaan agar Laporan Keuangan bisa dianggap sehat seperti yang dijelaskan PMK nomor 169/PMK.03/2015 menjelaskan tentang penentuan besarnya perbandingan antara hutang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan. Ketentuan tersebut dapat memberi dampak negative bagi perusahaan akan batasan antara utang dan modal.
Langkah pemegang saham seperti tersebut diatas mulai tahun 2016 tidak bisa lagi dijalankan. Hal ini karena aturan batas debt to equty ratio sudah diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Sejak 2016 tidak boleh lagi ada utang melebihi 4 kali modal. Besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1).Misal PT.XXX merupakan perusahaan manufaktur, Berdasarkan Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi diketahui sebagai berikut :
1.Liabilitas ( dalam juta Rupiah )
a.Utang dagang 800.000
b.Utang jangka pendek
-Utang kepada PT.ABC 800.000
c.Utang jangka panjang
-Utang kepada PT.JKL 900.000
-Utang kepada WWW Co. Ltd. 2.500.000
2.Ekuitas ( dalam juta Rupiah )
a.Modal saham 150.000
b.Agio saham 110.000
c.Laba ditahan 425.000
3.Penghasilan bruto sebesar Rp. 20.000.000.000.000,00.
4.Biaya pinjaman sebesar Rp. 228.000.000.000,00 terdiri dari:
a.Biaya pinjaman kepada PT.ABC sebesar Rp. 96.000.000.000,00;
b.Biaya pinjaman kepada PT.JKL sebesar Rp. 20.660.000.000,00;
c.Biaya pinjaman kepada WWW Co. Ltd sebesar Rp. 100.575.000.000,00;
d.Biaya pinjaman atas utang dagang sebesar Rp. 10.765.000.000,00.
Penghitungan perbandingan utang dan modal (Debt to Equity Ratio/DER) berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
Penghitungan saldo rata-rata utang:
Saldo rata-rata utang dihitung berdasarkan rata-rata saldo utang tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:
saldo akhir tahun rata-rata atas Utang ke PT.ABC senilai Rp 742.500.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Utang ke PT.JKL senilai Rp 780.000.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Utang ke WWW Co. Ltd senilai Rp 2.235.000.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Utang dagang senilai Rp. 805.000.000.000
Jumlah saldo rata-rata utang PT. XXX tahun 2016 = Rp4.562.500.000.000,00
Penghitungan saldo rata-rata modal:
Saldo rata-rata modal dihitung berdasarkan rata-rata saldo modal tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:
saldo akhir tahun rata-rata atas Modal saham senilai Rp. 150.000.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Agio saham senilai Rp. 110.000.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Laba ditahan senilai Rp. 450.000.000.000
saldo akhir tahun rata-rata atas Pinjaman tanpa bunga dari WWW Ltd senilai Rp. 50.000.000.000
Jumlah saldo rata-rata modal PT. XXX tahun 2016 = Rp760.000.000.000,00
Besar DER = Rp4.562.500.000.000,00 : Rp760.000.000.000,00
= 6 : 1
Penghitungan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
Besar DER paling tinggi yang diperkenankan = 4 : 1
Biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak = 4/6 x biaya pinjaman dari masing-masing utang, yaitu Rp152.000.000.000.000,00; dengan penghitungan sebagai berikut:
Jumlah saldo rata-rata utang atas Utang senilai Rp. 4.562.500.000.000
Jumlah Biaya Pinjaman atas Utang senilai Rp. 228.000.000.000
Jumlah Pinjaman tanpa bunga dari WWW Ltd atas Utang senilai Rp. 152.000.000.000
Mengingat bahwa utang kepada PT ABC merupakan utang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa, maka biaya pinjaman terkait utang kepada PT. ABC sebesar Rp64.000.000.000,00 yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Akan tetapi, dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam PMK 169/PMK.03/2015 adalah:
- Wajib Pajak bank;
- Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
- Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
- Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan
- Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
- Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.
Menariknya, Peraturan Menteri Keuangan nomor 169/PMK.03/2015 memasukkan utang tanpa bunga kepada pemegang saham ( lebih tepatnya “memiliki hubungan istimewa” ) termasuk saldo modal. Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) dalam PMK 169/PMK.03/2015 artinya, utang tanpa bunga kepada pemegang saham adalah modal.
Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya perbandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu “Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1)” , biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Berdasarkan PMK 169/PMK.03/2015 bunga yang dikoreksi cukup luas juga. Peraturan menyebutnya sebagai biaya pinjaman.Biaya yang ditanggung Wajib Pajak sehubungan dengan peminjaman dana yang meliputi :
- bunga pinjaman;
- diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
- biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement of borrowings);
- beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
- biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan
- selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam valuta asing.
Kesimpulan
Dengan dikeluarkannya PMK 169/PMK.03/2015 ini maka pemerintah ingin mengetahui perusahaan sehat atau tidak. Seperti kasus diatas, perusahaan bisa dinilai sehat apabila rasio perbandingan utang dan modal sebesar 4:1. Kalau melebihi perbandingan tersebut, maka sisanya akan dikoreksi fiskal. Selain itu juga ada yang dikecualikan dari ketentuan perbandingan utang dan modal tersebut salah satunya Wajib Pajak Bank, dll. Maka dari itu, kita perlu memperhatikan kesehatan perusahaan sejak awal.