Mengembangkan Industri Kelapa Sawit Yang Lestari Melalui ISPO
16 November 2015
Category: PRODUCTIVITY AND QUALITY
Penulis:
Yurisa Handari, ST
Bencana kabut asap di Indonesia telah menjadi kondisi darurat yang tidak bisa diabaikan. Hampir setiap tahun bencana ini melanda Indonesia, dan tahun ini bisa jadi merupakan kondisi yang terparah. Bencana ini telah melumpuhkan hampir semua sendi urusan sosial, ekonomi, pendidikan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Menurut data BNPB, sebanyak 10 orang korban meninggal dunia dan lebih dari 500.000 jiwa mengalami ISPA. Data Bank dunia juga menyebutkan kerugian mencapai lebih dari 200 triliun yang meliputi pencemaran lingkungan, pertanian, kegiatan perdagangan, penerbangan dan korban jiwa.
Perkebunan kelapa sawit disinyalir merupakan tokoh utama penyebab bencana ini. Sebanyak kurang lebih 1000 titik api berasal dari area kebun kelapa sawit. Mengapa demikian? Karena banyak dari pengelola perkebunan kelapa sawit cenderung mengambil langkah praktis dan efisien tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi.
Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan standar pengelolaan kebun yang bernama ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Menerapkan ISPO adalah kewajiban (mandatory) bagi industri kelapa sawit di Indonesia dan hal ini sudah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO).
Adapun tujuan dikembangkan dan diterapkannya ISPO adalah :
1.Meningkatkan kesadaran akan pentingnya memproduksi minyak sawit yang lestari.
2.Meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global.
3.Mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi Gas Rumah Kaca ( GRK).
4.Mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan hidup.
5.Memposisikan pembangunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi Indonesia.
6.Memantapkan sikap dasar bangsa Indonesia untuk memproduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global.
Lalu apa sebenarnya isi dari standar ISPO tersebut, berikut pembahasannya.
ISPO mengacu pada 4 prinsip dasar yakni: kepatuhan hukum, kelayakan usaha, pengelolaan lingkungan, dan hubungan sosial.
Keempat prinsip dasar pengelolaan dan pengolahan produk kelapa sawit tersebut kemudian dirumuskan ke dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.Legalitas Usaha Perkebunan
Pengelolaan perkebunan maupun pabrik harus memiliki perizinan serta sertifikat yang sah, memiliki bentuk badan hukum yang jelas, penggunaan lahan sesuai dengan Rencana Umum Tata ruang Wilayah Provinsi (RUTWP), dan bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya.
2.Manajemen Perkebunan
a.Perusahaan Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari, dan memiliki SDM yang sesuai.
b.Pembukaan lahan yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.
c.Perusahaan Perkebunan dalam melakukan penanaman harus menggunakan benih unggul.
d.Perusahaan Perkebunan harus melakukan penanaman sesuai baku teknis dengan memperhatikan karakteristik lahan.
e.Perusahaan Perkebunan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Pedoman Teknis .
f.Pengelola perkebunan melakukan panen tepat waktu dan dengan cara yang benar.
g.Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa TBS yang dipanen harus segera diangkut ke tempat pengolahan untuk menghindari penurunan kualitas.
h.Pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
i.Pengelola pabrik harus merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS melalui penerapan praktek pengelolaan / pengolahan terbaik (GHP/GMP).
j.Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
k.Pengelola Perkebunan atau pabrik harus memanfaatkan limbah untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.
l.Perusahaan Perkebunan menyediakan informasi kepada instansi terkait dan pemangku kepentingan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku terkecuali menyangkut hal yang patut dirahasiakan.
3.Pelindungan Terhadap Pemanfaatan Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
Apabila lahan yang digunakan berasal dari kawasan hutan maka harus memiliki izin dan dokumen pelepasan.
4.Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
a.Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku.
b.Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c.Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati(biodiversity) pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha perkebunannya
d.Pengelola perkebunan harus melakukan identifikasi kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi yang merupakan kawasan yang mempunyai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa dengan tidak membuka untuk usaha perkebunan kelapa sawit.
e.Perusahaan Perkebunan harus melindungi/melestarikan sumber air yang ada di areal perkebunan sesuai ketentuan perundang-undangan dan menjaga kualitasnya.
f.Gangguan sumber yang tidak bergerak berupa baku tingkat kebisingan, baku tingkat getaran, baku tingkat kebauan dan baku tingkat gangguan lainnya ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/atau aspek keselamatan sarana fisik serta kelestarian bangunan.
g.Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
h.Pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK.
i.Pengelola perkebunan harus melakukan koservasi lahan dan menghindari erosi sesuai ketentuan yang berlaku.
5.Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
a.Pengelola perkebunan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
b.Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya.
c.Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi.
d.Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan / buruh.
e.Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja.
6.Tanggung Jawab Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
a.Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan dan pengembangan potensi kearifan lokal.
b.Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat adat/ penduduk asli.
c.Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian / pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun.
7.Peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan.
Banyak pelaku usaha perkebunan sawit belum memahami bagaimana cara mendapatkan sertifikat ISPO. Seperti juga sistem manajemen yang lain, sebelum memperoleh sertifikat ISPO perlu melakukan pembenahan di internal perusahaan terkait pemenuhan prinsip-prinsip ISPO. Langkah-langkah yang dapat digunakan antara lain :
1.Melakukan gap analisis untuk mengetahui seberapa jauh kondisi perusahaan telah memenuhi persyaratan ISPO.
2.Mendesain dan mengembangkan sistem yang mengacu pada pedoman ISPO.
3.Mengimplementasikan sistem ISPO secara efektif di seluruh fungsi perusahaan.
4.Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem melalui internal audit, review manajemen.
5.Melakukan peningkatan efektif sistem secara berkelanjutan.
6.Mengajukan sertifikasi kepada badan sertifikasi.
Masa berlaku sertifikat ISPO adalah selama 5 tahun sebelum dilakukan penilaian ulang (re-assesment) dan sekali dalam setahun dilakukan audit pengawasan (surveilance).
Dengan adanya komitmen dari Perusahaan Perkebunan kelapa sawit untuk menerapkan ISPO secara konsisten maka diharapkan Indonesia memiliki industri kelapa sawit yang ramah dan lestari, sehingga di tahun-tahun berikutnya tidak terjadi lagi bencana-bancana serupa yang harus menelan banyak korban jiwa dan kerugian.