Akuntansi Manajemen Lingkungan: Strategi Untuk Menunjang Keberlangsungan Hidup Perusahaan
25 September 2015
Category: ACCOUNTING
Penulis:
Girindra Wardana, A.Md
Gerakan dan dorongan bagi perusahaan untuk mengimplementasikan akuntansi manajemen lingkungan semakin gencar dilakukan. Saat ini perusahaan juga dituntut untuk senantiasa memperhatikan faktor lingkungan dan manusia –selain profitabilitas, dalam melakukan kegiatan usahanya. Apa itu akuntansi manajemen lingkungan? Apakah perusahaan Anda sudah mulai mengimplementasikannya?
Menurut IFAC (2005), Akuntansi Manajemen Lingkungan (Environmental Management Accounting) merupakan pengelolaan lingkungan sekaligus kinerja ekonomi organisasi melalui pengembangan dan implementasi sistem dan praktik akuntansi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut. Tiga prinsip utama dalam akuntansi manajemen lingkungan, yaitu:
1.Kepatuhan (Compliance) –dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat memberikan informasi mengenai kepatuhan perusahaan terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan lingkungan, baik yang dibuat sendiri oleh perusahaan maupun yang dibuat oleh pemerintah.
2.Ramah Lingkungan (Eco-Friendly) –dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat melakukan pengawasan terhadap efisiensi penggunaan SDA dan sumber energi lain, dampak terhadap lingkungan, dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
3.Posisi Strategis (Strategic Positioning) –dalam hal ini perusahaan harus membuat program-program yang terkait dengan lingkungan untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Akuntansi manajemen lingkungan harus dapat mengawasi apakah biaya-biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan tersebut.
Perusahaan dapat menerapkan prinsip tersebut dalam bentuk pengelolaan dan pengendalian biaya lingkungan. Biaya lingkungan dikategorikan menjadi:
1.Biaya lingkungan yang bersifat pencegahan (prevention cost), merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mencegah kualitas yang buruk dari barang atau jasa yang dihasilkan atau diberikan kepada pelanggan. Biaya ini antara lain dapat berupa:
a)Biaya seleksi dan evaluasi pemasok, sehingga didapatkan pemasok yang ramah lingkungan.
b)Biaya perancangan proses produksi yang ramah lingkungan.
c)Biaya sertifikasi eksternal seperti ISO 14001 tentang Environmental Management, ISO 50001 tentang Energy Management, maupun OHSAS 18001 tentang Occupational Health and Safety Management.
d)Biaya perancangan produk yang ramah lingkungan.
2.Biaya lingkungan yang bersifat pemeriksaan (appraisal cost), merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memastikan kesesuaian barang atau jasa yang dihasilkan atau diberikan dengan peraturan pemerintah maupun peraturan internal perusahaan. Biaya ini antara lain dapat berupa:
a)Biaya pemeriksaan (audit) terhadap aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan.
b)Biaya inspeksi terhadap proses yang dilakukan maupun produk yang dihasilkan.
c)Biaya pengembangan tolok ukur (benchmark) yang berkaitan dengan lingkungan.
d)Biaya percobaan untuk menguji tingkat kontaminasi suatu zat.
3.Biaya lingkungan karena kegagalan internal (internal failure cost), merupakan biaya yang muncul karena perusahaan menghasilkan elemen-elemen yang dapat merusak lingkungan namun dapat dikendalikan oleh perusahaan sehingga tidak mencemari lingkungan. Biaya ini antara lain dapat berupa:
a)Biaya pengamanan dan pengolahan limbah produksi yang tidak ramah lingkungan.
b)Biaya operasional dan pemeliharaan peralatan pengolahan limbah atau polusi.
4.Biaya lingkungan karena kegagalan eksternal (external failure cost), merupakan biaya yang muncul karena adanya kontaminasi atau kerusakan lingkungan akibat kegiatan operasional perusahaan. Biaya ini antara lain dapat berupa:
a)Biaya pembersihan danau atau sungai yang tercemar.
b)Biaya ganti rugi kepada para penduduk atau pihak ketiga karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan.
Prinsip pengelolaan biaya lingkungan identik dengan prinsip pengelolaan biaya kualitas. Biaya lingkungan terbesar yang dihadapi perusahaan adalah biaya lingkungan karena adanya kegagalan eksternal. Biaya ini memang jarang muncul, namun jika biaya tersebut muncul, biaya ini dapat membebani perusahaan bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan. Perusahaan dapat melaporkan dan menyajikan biaya-biaya tersebut dalam bentuk laporan biaya lingkungan. Perusahaan juga dapat menyajikannya dalam laporan keberlanjutan (sustainability report) dengan berpedoman pada GRI-G4 yang dipublikasikan oleh Global Reporting Initiatives.
Tren Saat Ini
Collin dan Porras (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan kekayaan pemilik/pemegang saham biasanya tidak akan bertahan hidup dalam waktu yang lama. Menurut penelitian tersebut, perusahaan yang dapat bertahan sukses dalam waktu yang lama adalah perusahaan yang berusaha untuk mencapai beberapa tujuan (cluster of objectives), dimana memaksimalkan kekayaan pemilik/pemegang saham hanya merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai, dan biasanya bukan merupakan tujuan yang utama. Oleh karena itu, pelaporan yang hanya memfokuskan pada kinerja keuangan dianggap tidak cukup, sehingga perusahaan diharapkan dapat mengimplementasikan kerangka triple-bottom-accounting yang berorientasi pada people (orang), planet (lingkungan), dan profit (keuntungan).
Saat ini sudah banyak perusahaan yang memfokuskan perhatiannya terhadap akuntansi manajemen lingkungan dengan membuat berbagai macam program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemas secara menarik. Perusahaan-perusahaan tersebut percaya bahwa program-program tersebut secara strategis dapat memberikan image yang baik terhadap perusahaan, yang secara tidak langsung dapat menunjang keberlangsungan hidup perusahaan. Bagaimana dengan perusahaan Anda?
REFERENSI:
1.Sustainability and The Role of The Management Accountant (Volume 7 Issue 14), Chartered Institute of Management Accountant (CIMA), 2011.
2.Mowen, Maryanne M., et.al., Cornerstones of Managerial Accounting, 5th International Edition, South-Western Cengage Learning, 2014.
3.Modul Chartered Accountant (CA): Akuntansi Manajemen Lanjutan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2015.