Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Krisis Mata Uang Rupiah, Bagaimana Perusahaan Menghadapinya

23 February 2015
Category: ACCOUNTING
Penulis:         Hanifah, S.E
Krisis Mata Uang Rupiah, Bagaimana Perusahaan Menghadapinya

Akhir-akhir ini nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya.

Mengapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?

Pelemahan rupiah terjadi karena beberapa faktor eksternal selain faktor internal, seperti defisit neraca transaksi berjalan. Banyak pengaruhnya dari faktor eksternal, contohnya rencana AS untuk mengurangi stimulus moneter dan kondisi harga-harga komoditi yang masih terkoreksi di 2013, serta penurunan hasil ekspor Indonesia. Selain itu, merosotnya pergerakan rupiah lebih didukung kecenderungan melambatnya ekonomi negara-negara berkembang, seperti China dan India. Sedangkan dengan negara-negara maju terjadi pemulihan ekonomi.

Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh hubungan penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.Faktor yang menyebabkan penawaran atas rupiah tinggi, sementara atasnya rendah adalah keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini akan menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Maka akan terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah.

Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik.Faktor berikutnya yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor.

Merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan ini juga berkaitan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pelemahan rupiah dipengaruhi oleh ketidakpastian pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Apabila harga BBM naik otomatis inflasi naik dan suku bunga negatif akhirnya investor cabut. Dari sisi kurs anjlok otomatis investor akan rugi sehingga mereka harus menarik diri dari pasar modal. melemahnya pasar modal Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Dampak Melemahnya Rupiah

Dinamika ekspor-impor memang berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan, dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa terpakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena akhir-akhir ini, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.

Banyak pihak yang terpukul atas meningkatnya komoditi ekspor di Indonesia, Pertama adalah konsumen, terutama konsumen kelas bawah, karena pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Ketiga adalah para usahawan yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Keempat rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri dan penyusutan pasar dalam negeri.Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri,karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing.uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang.Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.Akan tetapi ada pula pihak yang diuntungkan oleh krisis Rupiah, jika mata uang suatu negaramelemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar)berasal dari dalam negeri.

Solusi

Solusi yang paling tepat menjaga nilai mata uang kita adalah investasi emas. Kapanpun emas akan selalu stabil, walaupun pernah turun sesaat. Hal tersebut bukan berarti harga emas tidak stabil. Untuk melakukan investasi tentunya bukan di hitung dalam waktu yang singkat saja, tetapi investasi bisa dikatakan benar – benar investasi kalau kita menghitung dalam jangka yang lama, menjaga stabilitas harga dan mengamankan neraca perdagangan.Selain itu, BI harus berusaha untuk membuat rupiah lebih menarik dengan menaikkan FasilitasBank Indonesia (Fasbi) minimal 100 basis point.Perlu segera diambil langkah-langkah fundamental dan struktural. Pengendalian rupiah, taksemestinya dilakukan dengan mengerem pertumbuhan kredit yang bisa berdampak padaperlambatan pertumbuhan ekonomi. Yang harus dilakukan adalah pengaturan cash flow nasional.Bank Indonesia perlu mempertimbangkan relaksasi ketentuan untuk melakukan pendalaman pasar valuta asing, untuk memikat aliran modal masuk (capital inflow).Namun di sisi lain, Arif menegaskan ekspor harus didorong dan impor harus sangat dikendalikan. Produksi nasional, mutlak harus didongkrak, termasuk produksi sektor pertanian, serta industri perkapalan dan sektor kelautan. Agar impor pangan dan defisit neraca djasa bisa ditekan.Kebijakan fiskal pemerintah harus disusun dalam kerangka mendorong ekspor. Misalnya dengan menurunkan pajak ekspor dan promosi perdagangan agresif. Sebaliknya untuk mengendalikan impor, pajak impor harus dinaikkan dengan dimulai dari barang mewah.Selain itu, adanya strategi pengembangan industri dan produksi nasional, terutama industrimenengah dan kecil. Penciptaan lapangan kerja, realisasi anggaran, serta implementasi programpedesaan, UMKM, dan sosial, perlu dipercepat.

   For Further Information, Please Contact Us!