Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Penyanderaan (GIJZELING) Bagi Penunggak Pajak

24 August 2015
Category: TAX
Penulis:         Moch. Ferdiansyah, S.E
Penyanderaan (GIJZELING) Bagi Penunggak Pajak

Pajak memberikan kontribusi utama terhadap sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.Sebagai Negara yang menganut ajaran teori legisme,maka setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan Negara harus memilki landasan yuridis yaitu peraturan perundang-undangan.Beberapa waktu terakhir pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan bersikap pro aktif dan responsif dengan cara melakukan pembinaan,penelitian dan pengawasan. Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan sumber pendapatan dari sektor pajak tidak saja ditentukan oleh kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya,tetapi juga kemampuan aparat dalam hal pembinaan,penelitian dan pengawasan melalui pemeriksaan kebenaran laporan yang disampaikan oleh wajib pajak guna rasa keadilan dalam penegakan hukum pajak.

Upaya Membangun penegakan hukum pajak yang konsisten merupakan salah satu cara agar ketentuan hukum perpajakan dapat ditaati dan dipatuhi oleh wajib pajak. Adanya konsistensi diharapkan menjadi pembenaran sehingga kepatuhan pajak yang muncul dari wajib pajak bukan atas dasar ancaman dan paksaan,melainkan kepatuhan yang bersifat sukarela (Voluntary Compliance) penuh dari wajib pajak,tetapi disisi lain pemerintah juga memerlukan alat pemaksa dan sanksi yang bersifat menjerakan dan mendidik yang merupakan konsekuensi dari kewajiban publik terhadap Negara.Salah satu upaya paksa adalah berupa penyanderaan (gijzeling) yang merupakan cerminan dari penegakan hukum,sebagai terobosan untuk menjerat wajib pajak yang membandel.

Peraturan sandera dalam konteks perpajakan Indonesia ( dahulu Hindia Belanda) telah ada sejak tanggal 3 Juli 1879.Tahun 1957 yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang Darurat No.27/1957 tentang surat paksa,penyanderaan badan bagi penanggung pajak yang bandel telah dimungkinkan untuk dilaksanakan. Pada tahun 1997, Undang-Undang Darurat No. 19/ 1957 tersebut diganti dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan Kata lain selanjutnya dihilangkan dengan pertimbangan pajak daerah yang meliputi pajak propinsi, pajak kota dan pajak kabupaten pelaksanaan penagihannya dapat dilakukan berdasarkan undang-undang ini.

Penyanderaan ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan secara aktif ini merupakan salah satu upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menciptakan keadilan atas pemenuhan kewajiban perpajakan. Terdapat tiga pilar penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan. Gijzeling adalah bagian dari proses penagihan. Diharapkan dengan adanya gijzeling yang dipublikasikan secara luas, akan dapat berdampak pada tiga hal yaitu

    ·Akan memberikan efek jera kepada Wajib Pajak yang belum membayar tunggakan pajak.

    ·Pemberitaan yang gencar tentang pajak juga akan memberikan pemahaman lebih mendalam bagi Wajib Pajak dan calon Wajib Pajak.

    ·Tindakan penegakan hukum berupa penyanderaan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak.

Gijzeling yang berasal dari bahasa Belanda atau penyanderaan dalam bahasa Indonesia berarti pengekangan sementara waktu kebebasan seseorang (dalam hal ini penanggung pajak) dengan menempatkannya di tempat tertentu.Mengingat penyanderaan sifatnya merupakan pengekangan sementara dan bukan penahanan atau pemenjaraan,maka pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan dilaksanakan secara hati-hati dan selektif.

Berdasarkan Undang-Undang Penagihan Paksa dengan Surat Paksa Nomor 19 Tahun 2000, penyanderaan hanya dapat dilakukan apabila penanggung pajak mempunyai utang pajak di atas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Bagaimana mengukur itikad tidak baik penanggung pajak? Penanggung pajak dianggap tidak mempunyai itikad baik apabila:

  • Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak
  • Penanggung Pajak tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran
  • Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang pajak
  • Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
  • Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukanhya di IndonesiaPenanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya

Pelaksanaan penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak seketika setelah diterimanya izin tertulis dari Menteri Keuangan yang dikirim melalui Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak atau oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Bila persyaratan di atas telah terpenuhi, penunggak pajak dapat disandera paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan lagi. Penyanderaan dilakukan dengan dititipkan di rumah tahanan negara (rutan) dan terpisah dari tahanan lain. Apabila penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, bersembunyi atau melarikan diri, Jurusita Pajak melalui Kepala Kantor Pajak atau atasannya, dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut. Namun demikian, penyanderaan tjdak boleh dilaksanakan apabila penanggung pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.

Penanggung pajak yang disandera dapat dilepas dari rumah tahanan Negara sebelum masa penyanderaannya berakhir apabila telah memenuhi persyaratan:

  • Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
  • Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah habis;
  • Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  • Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.

Pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan tersebut di atas berupa Surat Rekomendasi/Surat Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  • Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran
  • Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi
  • Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harta kekayaannya yang sama nilainya dengan utang Pajak dan biaya penagihan pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  • Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih
  • Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan Umum.

Terkait dengan upaya Gijzeling atau penyanderaan yang dilakukan oleh otoritas pajak di Indonesia.Hendaknya wajib pajak/penanggung pajak tidak memandang pajak dalam kacamata bisnis semata yaitu pajak dianggap sebagai beban atau biaya.Lebih dari itu,sebenarnya juga merupakan masalah hukum.Sehingga wajib pajak/penanggung pajak apabila berhadapan dengan pajak juga berhadapan dengan hukum.Pehamanan wajib pajak/penanggung pajak terhadap hal ini sekaligus memudahkan upaya penegakan hukum dibidang perpajakan.Anda masih mempunyai tunggakan pajak? Harap segera lunasi tunggakan pajak anda.

   For Further Information, Please Contact Us!