Kebebasan Untuk Gagal
25 July 2015
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:
Irene Tania, S. Psi
Siapapun yang membaca kalimat di atas pasti bertanya – tanya bahkan ada yang tidak sependapat, karena mayoritas dari kita justru menghindari kegagalan. Namun perlu kita renungkan kembali, ketika sebuah organisasi memutuskan untuk melakukan kaderisasi calon leader, ia harus siap melihat jatuh bangun seseorang dalam mempersiapkan dirinya menjadi leader yang sesungguhnya.
Apapun rincian jalur bakat yang didesain oleh sebuah organisasi, hal itu harus memberikan peluang bagi pemimpin yang sedang bertumbuh untuk membuat kesuksesan mereka sendiri. Pengalaman pembelajaran tidak akan selesai, dan ujian tidak akan sah, jika calon leader tidak bebas untuk mengalami kegagalan.
Seperti yang dilansir dari buku leaders At All Levels yang ditulis oleh Ram Charan, Ada tiga kriteria yang perlu diciptakan bagi calon leader di organisasi :
1.Kebebasan untuk menetapkan target ambisius bagi diri mereka sendiri yang mengubah pekerjaan mereka. Calon lelader tidak langsung menerima status quo; mereka ingin membentuk ulang sebuah pekerjaan dalam konteks masa depan yang mereka antisipasi dan ingin diwujudkan. Seorang atasan peprlu memahami dan menerima semua ini namun di saat yang sama tidak dapat membiarkan calon leadernya menanjak untuk mencapai sejauh mungkin karena akan merusak tatanan rencana yang sudah tersusun dengan baik sebelumnya. Mereka harus bersama – sama mengeksplorasi alternatif agar mencapai solusi yang menguntungkan.
2.Kebebasan untuk memimpin tim yang mereka warisi dalam cara yang paling sesuai bagi mereka., membuat penilaian mereka sendiri tentang orang – orang dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan.Mereka juga harus bebas untuk meningkatkan kualitas tim tanpa menyebabkan gangguan dan pemutusan yang tidak diperlukan.
3.Kebebasan untuk menentukan cara terbaik untuk menyeimbangkan bisnis dalam kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Setiap calon leader diharapkan mencapai angka target yang telah ditetapkan. Namun penetapan target tersebut sebaiknya merupakan hasil dari proses kolaboratif yang mempertimbangkan ide calon leader yang nantinya akan digunakan sebagai landasan kerja jangka panjang yang lebih baik.
Beberapa organisasi tidak akan mudah memberikan kebebasan sebesar itu kepada calon leader atau kadernya. Akan tetapi ketika organisasi berniat mengidentifikasi potensi kepemimpinan dan memikirkan bagaimana kinerja seorang pemimpin kelad dalam sebuah pekerjaan prospektif, lebih sering terjadi pembelajaran dan calon leader itu mencatat kesuksesan. Meski demikian, memberikan kebebasan kepada calon leader untuk gagalberarti beberapa dari mereka memang akan gagal. Namun paling tidak organisasi akan melihat kegagalan tersebut sebagai peluang untuk memperbaiki ketrampilan penelusuran bakat calon leader.
Calon leader berpotensi tinggi untuk menginginkan tantangan lebih besar. Dorongan yang konstan bagi pertumbuhan pribadi dan tantangan baru merupakan pertanda kepemimpinan berpotensi tinggi. Namun penting bagi organisasi untuk membedakan apakah dorongan pemimpin itu menghasilkan loncatan pekerjaan atau benar – benar pembelajaran dan pertumbuhan.
Kegagalan tidak selalu menjadi perjalanan terakhir dari calon leader. Banyak orang yang gagal di satu pekerjaan namun dapat berkembang pesat ketika mereka ditugaskan ke posisi lain yang lebih sesuai dengan bakat dan ketrampilan mereka. Setiap pekerjaan mengungkapkan lebih banyak tentang seorang calon leader, dan hal ini menjadi tugas para atasan untuk membentuk calon leadernya sesuai dengan kebutuhan organisasi, menyediakan pelatihan yang efektif, dan memutuskan pekerjaan terbaik selanjutnya. Atasan juga harus bekerjasama dengannya untuk membantu berkembang sehingga dapat dikatakan berhasil untuk mencetak leader – leader yang berkualitas di organisasi.