Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

STRATEGIC CHANGE MANAGEMENT

11 January 2020
Category: ACCOUNTING
Penulis:         Girindra Wardana, S.A.
STRATEGIC CHANGE MANAGEMENT

Perubahan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni perubahan adaptif, perubahan inovatif, dan perubahan inovatif radikal. Perubahan adaptif menekankan perubahan sesuai dengan praktik yang umum digunakan sehingga perubahan ini dapat dikatakan terendah dari sudut kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian. Perubahan adaptif bukan merupakan ancaman bagi karyawan karena karyawanmerasa sebagai sesuatu yang wajar dan lazim.

Perubahan inovatif merupakan perubahan yang sifatnya lebih kompleks, memerlukan biaya lebih besar, dan menyebabkan ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan perubahan adaptif. Ketidaklaziman dan ketidakpastian yang lebih tinggi menciptakan ketakutan akan perubahan pada diri karyawan. Perubahan inovatif yang radikal paling sulit diimplementasikan karena mengancam kepercayaan diri manajerial dan rasa aman karyawan. Sisi lainnya adalah, bahwa perubahan inovatif radikal memiliki potensi keuntungan terbesar dan harus didukung oleh budaya organisasi serta aset berwujud organisasi.

Model perubahan yang paling umum adalah model perubahan Lewin. Esensi model perubahan organisasi Lewin adalah mengenai bagaimana memulai perubahan (unfreezing), mengelola perubahan (changing), dan menstabilisasi proses perubahan (refreezing). Asumsi dasar yang dikembangkan oleh Lewin adalah sebagai berikut:

    a.Perubahan melibatkan pembelajaran sesuatu yang baru dan menghentikan praktik organisasi yang biasa digunakan.

    b.Perubahan tidak akan terjadi jika tidak diduukung motivasi untuk berubah.

    c.Sumber daya manusia merupakan inti dari perubahan organisasi.

    d.Resistensi terhadap perubahan dapat muncul bahkan ketika tujuan perubahan sangat diharapkan.

    e.Perubahan efektif membutuhkan perilaku, sikap, dan praktik organisasi yang baru.

Tahap memulai perubahan (unfreezing), yakni tahapan yang berfokus menciptakan motivasi untuk berubah. Para manajer sering menggunakan data terkait efektivitas, efisiensi, dan kepuasan konsumen untuk mendorong karyawan termotivasi melakukan perubahan. Teknik yang kerap digunakan pada tahap ini adalah benchmarking – perbandingan kinerja antar unit dengan unit terbaik ataupun antar perusahaan dengan tujuan belajar bagaimana kinerja terbaik tersebut dicapai.

Tahapan perubahan (changing) merupakan tahapan dimana perubahan perlu dilakukan untuk meningkatkan proses, prosedur, produk, layanan, dan kepentingan manajemen. Perubahan melibatkan proses pembelajaran. Selain itu juga melakukan sesuatu dengan cara berbeda sehingga memerlukan informasi, proses, prosedur, perlengkapan, teknologi, perilaku baru untuk menyelesaikan pekerjaan. Perubahan organisasi dapat bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan atau menyelesaikan masalah dan dapat ditargetkan pada level manajemen yang berbeda dalam suatu organisasi.

Tahapan stabilisasi (refreezing) merupakan tahapan yang bertujuan untuk mendukung dan memperkuat perubahan dengan cara membantu para karyawan mengintegrasikan perilaku atau sikap yang berubah menjadi kebiasaan untuk melakukan sesuatu. Pelatihan dan teladan atau contoh digunakan untuk memperkuat stabilisasi. Selain itu, penghargaan dalam bentuk insentif uang kerap kali digunakan untuk mencapai stabilisasi.

John P. Kotter dalam bukunya yang berjudul Leading Change meyakini bahwa perubahan organisasi dapat gagal akibat kesalahan manajer senior dan mengusulkan delapan langkah untuk melakukan suatu perubahan. Kotter sebenarnya mengadopsi model perubahan Lewin, karena empat langkah pertama menggambarkan memulai perubahan (unfreezing), langkah 5, 6, dan 7 menggambarkan perubahan (changing), dan langkah 8 menggambarkan stabilisasi (refreezing). Delapan langkah Kotter adalah sebagai berikut:

    1.Membangun rasa pentingnya perubahan.

    2.Menyusun koalisi.

    3.Mengembangkan visi dan strategi.

    4.Mengomunikasikan perubahan visi.

    5.Melakukan tindakan yang berdampak luas.

    6.Menunjukkan keberhasilan jangka pendek.

    7.Mengonsolidasikan pencapaian perubahan dan berupaya menghasilkan lebih banyak perubahan.

    8.Mengumumkan pendekatan baru dalam budaya organisasi.

Pengembangan organisasi adalah suatu teknik untuk mengimplementasikan perubahan organisasi yang terdiri dari upaya-upaya untuk menolong sumber daya manusia dalam organisasi bekerja secara efektif dengan menerapkan prinsip ilmu perilaku, psikologi, sosiologi, pendidikan, dan manajemen.

Pengembangan organisasi berbeda dari model perubahan sebelumnya, karena tidak memasukkan rangkaian terstruktur seperti Lewin dan Kotter, tetapi memiliki fokus diagnosis yang sama dengan model sistem perubahan. Pengembangan organisasi digunakan pada tahap memulai perubahan Lewin, mengidentifikasi dan mengimplementasikan elemen perubahan yang ditargetkan dalam model sistem perubahan, diterapkan pada langkah 1, 3, 5, 6, dan 7 dari Kotter.

Pengembangan organisasi membutuhkan agen perubahan (agent of change), yaitu seseorang yang bertindak sebagai katalis untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara yang baru. Para agen perubahan bisa konsultan eksternal atau karyawan internal. Pengembangan organisasi dapat dicapai melalui proses diagnosis, intervensi, evaluasi, dan umpan balik.

Perubahan tentu akan menghadapi resistensi. Resistensi terhadap suatu perubahan merupakan respons emosional terhadap ancaman yang nyata ataupun imajinatif terhadap rutinitas kerja yang sudah terbentuk. Resistensi merupakan interaksi dinamis antara karakteristik penerima, karakteristik agen, dan hubungan agen-penerima perubahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa karakteristik penerima adalah: kecenderungan (fleksibilitas) seseorang terhadap perubahan, kecemasan terhadap sesuatu yang baru, takut gagal, kehilangan status atau keamanan kerja, tekanan rekan kerja, dan kesuksesan masa lalu yang menyebabkan sikap keras kepada untuk berubah.

Karakteristik agen perubahan adalah orang-orang dengan keputusan mengganggu tradisi kebudayaan atau hubungan kelompok, berpotensi menimbulkan konflik personal, memiliki kemampuan atau pembagian waktu yang baik, memiliki gaya kepemimpinan tertentu, dan mampu melegitimasi perubahan melalui penghargaan atau pemberian insentif. Resistensi akan berkurang jika agen dan penerima perubahan memiliki hubungan positif dan saling percaya.

Kotter dalam penelitiannya terhadap lebih dari 100 perusahaan di USA menemukan bahwa penyebab resistensi adalah masalah dalam struktur organisasi dan sistem penilaian kinerja yang membuat orang berpikir untuk memilih visi baru atau kepentingan mereka sendiri. Temuan Kotter ini mengimplikasikan bahwa manajemen perlu mendapat umpan balik dari karyawan tentang hal apapun yang dapat mempengaruhi kemampuan atau kemauan mereka untuk menerima perubahan.

   For Further Information, Please Contact Us!