PEOPLE-CENTERED APPROACH; TREND HR YANG MULAI DI-LIRIK OLEH DUNIA
21 November 2019
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:
Ketut Dewi Pramadiningtyas, S. Psi
Menjelang penghujung tahun 2019, tentu saja sebuah momen yang tepat untuk mengetahui hal-hal apa saja yang tengah di-lirik atau bahkan mulai di adopsi oleh kancah dunia human resource. Tidak melulu hanya berbicara mengenai trend rekrutmen untuk mendapatkan kandidat yang sesuai dengan kebutuhan, namun para penggelut human resource juga mulai menyadari akan pentingnya pendekatan kepada masing-masing individu dan karyawanguna membangun working environment yang prima dan dapat menunjang produktivitas kerja.
Berbicara mengenai pendekatan apa yang cocok untuk tahun-tahun yang diprediksi masih akan di penuhi oleh para generasi milenial, maka tentu saja jawaban-nya adalah pendekatan yang akan berpihak kepada segala kemauan para generasi milenial. Sehingga dapat dikatakan juga, bahwa selama beberapa tahun kedepan trend pendekatan yang diadopsi oleh HR akan dipenuhi dengan konsep-konsep kerja yang millennial-friendly. Salah satu-nya adalah people-centered approach. Pendekatan ini sangat humanis, karena ber-poros pada manusia sebagai individu yang paling berkuasa akan diri mereka sendiri, karena setiap orang memiliki kesempatan yang sama. People centered approach dianggap sebagai pendekatan yang cocok bagi para milenial, selain karena humanis, pendekatan ini juga berfokus kepada self management, empowerment dan kerja sama tim secara lebih dinamis.
People centered approach mengusung tiga konsep kerja yang sangat berbeda dengan konsep yang telah diterapkan oleh dunia kerja selama ini;
- Holacracy. Budaya holacracy menerapkan sistem tanpa dominasi pihak tertentu, sehingga tidak mengharuskan adanya struktur baku organisasi. Holacracy memberikan kebebasan penuh kepada setiap individu untuk berkerja dan berkarya sesuai dengan kapabilitas semaksimal mungkin. Ini menjadikan setiap orang berkesempatan menjadi pemimpin, sehingga membuat karyawan untuk menjadi lebih proaktif dalam mengambil keputusan ataupun menyelesaikan masalah. Fokus terhadap tugas, tanggung jawab dan ekesekusi dari tiap individu sehingga tidak ada lagi keluhan harus melawati proses birokrasi yang panjang. Perusahaan yang telah menerapkan konsep holacracy adalah Zappos, bisnis start up sepatu berbasis online
- Gig Economy. Konsep Gig Economy telah banyak diterapkan pada negara-negara berkembang. Pada dasarnya, konsep ini sudah tidak lagi mengacu pada pekerjaan yang mengikat, namun lebih kepada kontrak kerja jangka pendek atau freelancing. Konsep ini sangat mendukung adanya fleksibilitas bagi para pekerja-nya sehingga mereka tidak diharuskan terpaku pada satu hal, melainkan lebih berkesempatan untuk mengembangkan karir selebar mungkin. Tidak hanya terbatas pada pekerja kantoran, konsep gig economy juga sudah mulai diterapkan pada berbagai macam pekerjaan seperti dibidang jasa hingga pekerja seni
- Teal Organization. Gebrakan baru muncul melalui konsep teal organization. Konsep kerja yang lebih flexible dan tidak lagi bekerja secara konvensional. Nilai utama yang digunakan sebagai dasar organisasi kedepannya adalah self-management, wholeness dan evolutionary purpose. Secara garis besar, ini berarti hierarki yang tadinya menjadi hal penting dalam perusahaan akan perlahan hilang, dan berganti jadi proses kerjasama tim yang dilakukan oleh setiap bagian secara lebih luwes.
Seiring bergantinya tahun, maka akan menyisakan tugas baru bagi para individu. Tidak hanya terbatas pada strategi rekrutmen, melainkan strategi dalam pengelolaan SDM dengan lebih baik lagi. Mengikuti perkembangan zaman yang semakin pesat, membuat perusahaan harus terbuka dan dapat menyikapi dengan lebih bijaksana terhadap konsep-konsep baru, yang mungkin dapat diterapkan pada perusahaan