Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

INDIKATOR WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENJADI DAFTAR SASARAN PRIORITAS PANGGILAN POTENSI

20 October 2018
Category: TAX
Penulis:         Mikhael, S.Ak.
INDIKATOR WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENJADI DAFTAR SASARAN PRIORITAS PANGGILAN POTENSI

Dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 15/PJ/2018 mengenai kebijakan pemeriksaan terbit, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memiliki kewajiban untuk menyusun peta kepatuhan WP dan DSP3 pada masing-masing KPP diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas penggalian potensi. Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3). DSP3 merupakan daftar Wajib Pajak (Orang Pribadi atau Badan) yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Salah satu variabel yang digunakan dalam penentuan Wajib Pajak yang akan menjadi populasi DSP3 adalah sebagai berikut:

1.Indikasi ketidakpatuhan yang tinggi atau biasa disebut sebagai tax gap

Indikasi Ketidakpatuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya kesenjangan atau gap antara profil perpajakan berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang di lapor oleh WP dengan kondisi profil ekonomi yang sebenarnya. Kondisi Profil ekonomi WP dapat di ketahui oleh DJP melalui berbagai sumber, baik dari internal, eksternal, maupun pengamatan di lapangan. DJP juga membedakan antara Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan oleh 35 UP2 Penentu Penerimaan dengan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama.

2.Indikasi modus ketidakpatuhan WP

Kepala KPP melakukan identifikasi atas Wajib Pajak yang terindikasi memiliki modus-modus tertentu atas ketidakpatuhannya. Identifikasi modus ketidakpatuhan dimaksudkan untuk membantu Pemeriksa Pajak dalam menentukan ruang lingkup (scope) dan kedalaman pemeriksaan, sehingga memudahkan dalam membuat dan menetapkan Audit Plan, Audit Program, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam dan diperiksa. Modus ketidakpatuhan Wajib Pajak antara lain adalah:

    a.Wajib Pajak tidak melaporkan omset yang sebenarnya;

    b.Wajib Pajak membebankan biaya yang tidak seharusnya;

    c.Modus ketidakpatuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN);

    d.Wajib Pajak yang melakukan perencanaan pajak agresif (aggressive tax planning);

    e.Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (treaty abuse);

    f.Wajib Pajak tidak melaporkan nilai pengalihan harta yang sebenarnya dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha; atau

    g.Wajib Pajak tidak melaporkan nilai perolehan atau nilai penjualan yang sebenarnya dalam hal terjadi tukar-menukar harta.

    3.Identifikasi nilai potensi pajak

Kepala KPP akan menetapkan prioritas bagi WP yang memiliki potensi pajak yang besar, di mana dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan potensi tax gap.

4.Identifikasi Kemampuan Wajib Pajak untuk Membayar Ketetapan Pajak (collectability)

mengidentifikasi kemampuan WP untuk membayar ketetapan pajak. Hal ini perlu dilakukan guna memastikan target penerimaan pajak sesuai dengan potensi dari WP yang bersangkutan. Kepala KPP harus melakukan identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability) dalam rangka optimalisasi pencairan dari hasil pemeriksaan. Identifikasi yang dapat dilakukan diantaranya adalah:

    a.Identifikasi keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki Wajib Pajak berdasarkan SPT;

    b.Eksistensi usaha Wajib Pajak (berdasarkan fakta lapangan); dan/atau

    c.Penanggung Pajak diketahui keberadaannya.

5.Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak

Dirjen Pajak dalam hal ini memiliki wewenang untuk menetapkan WP masuk dalam populasi DSP3 tadi atas dasar pertimbangan tertentu. Surat Edaran Nomor 15/PJ/2018ini turut mengadakan Komite Pemeriksaan yang bertugas memastikan WP yang diusulkan untuk diperiksa sudah tepat.

Dengan adanya surat edaran tersebut mempunyai maksud sebagai pedoman serta memberikan keseragaman langkah dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2). Dan juga memiliki tujuan yaitu: meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan; memberikan keseragaman langkah dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan; meningkatkan kualitas pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa; meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak; dan meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan.

***

   For Further Information, Please Contact Us!