Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

BLUE OCEAN LEADERSHIP

26 September 2018
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Suryanti Handayani, M. Psi, Psikolog
BLUE OCEAN LEADERSHIP

“We build too many walls and not enough bridges.” – Isaac Newton

Seberapa sering Anda mendengar kalimat di atas?

Atau justru Anda kurang setuju dengan pernyataan tersebut??

Mengutip kalimat tersebut,kita melihat pada sebuah fenomena dimana seorang pemimpin dianggap dan dituntut tidak hanya sebagai Kepala, namun juga sebagai seseorang yang harus mampu “mengenali untuk mampu mengendalikan” tim-nya. Pemimpintidak melulu berbicara tentang bagaimana cara ia menguasai kelompoknya, akan tetapi lebih kepada bagaimana cara ia mampu menjadi jembatan antara visi dan misi perusahaan serta tim kerjanya. Karena pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mengubah visi menjadi kenyataan (Warren G. Bennis, 2014).

Lalu, apakah Blue Ocean Leadership? Kepemimpinan yang dimaksud adalah pemimpin yang mampu memanfaatkan semua energy yang belum terealisasi dari karyawan yang belum “engaged” atau terlibat (Chan Kim dan Renee Mauborgne, 2005). Setiap pemimpin akan menghadapi fase-fase tersulit ketika ia akan membangun timnya, sebelum akhirnya ia menemukan harmoni dan kemudian mereka mampu bekerja secara maksimal. Hasil riset menunjukkan bahwa karyawan di Amerika yang tidak “engaged” menimbulkan beban ekonomi senilai setengah triliyun USD. Tentu, itu bukanlan jumlah yang sedikit bukan.

Landasan utama dari Blue Ocean Leadership itu sendiri, mengacu pada sosok pemimpin yang dapat dianggap sebagai “service” atau layanan bagi orang-orang dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, bisa ‘membeli’ atau ‘tidak membeli’. Lebih mirip antara konsumen dan penjual, sehingga secara teori Blue Ocean Leadership mengkarakterkan bahwa:

  1. Setiap pemimpin memiliki pelanggan : Posisi sebagai Atasan, dimana pemimpin harus memberikan kinerja bagi para pengikut atau bawahan, yang membutuhkan bimbingan serta dukungan untuk berprestasi.
  2. Ketika orang-orang menghargai praktek kepemimpinan Anda, mereka pada dasarnya membeli kepemimpinan Anda dan terinspirasi untuk bekerja secara unggul, dan bertindak dengan komitmen. Karena Anda adalah contoh nyata baginya atau role model. Namun, ketika karyawan tidak membeli kepemimpinan Anda, mereka melepas diri, menjadi bukan konsumen kepemimpinan Anda.
  3. Begitu pula mulai berpikir tentang kepemimpinan dengan cara tersebut, konsep dan kerangka kerja mesti dikembangkan untuk menciptakan permintaan baru di bidang strategi yang mampu membantu para pemimpin mengkonversi karyawan dari ‘disengaged’ ke ‘engaged”.

Kebanyakan program pengembangan kepemimpinan berkutat pada keterampilan kognitif dan perilaku, dengan asumsi bila pengembangan kognitif serta perilaku akan membawa kepada pencapaian kinerja tinggi organisasi. Pemimpin biasa mengembangkan sifat dan karakter seperti self- awareness, self-regulation, dan empathy. Bahkan penelitian terbaru dilakukan oleh Kim dan Mauborgne (2005), hasilnya mengungkapkan bahwa ketika aspek keterampilan kognitif dan perilaku lebih diutamakan, ternyatatidak memperlihatkan perubahan nyata kaliber kepemimpinannya. Oleh sebab itu, yang perlu menjadi perhatian apakah “tanpa usaha dedikasi bertahun-tahun, bagaimana Anda mampu mengubah karakter atau perilaku seseorang?”. Tentu tanpa adanya pendekatan dan keinginan untuk mengenal karakter tim hal ini tidak bisa terwujud, karena seorang pemimpin haruslah mampu mengenali serta mengasah skill dan kompetensi yang dimiliki oleh anggota timnya.

   For Further Information, Please Contact Us!