Mengasah Sikap Skeptis Auditor
15 September 2018
Category: AUDIT
Penulis:
Didik Dwi Purnomo, S.E.
Skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Menurut kamus besar bahasa indonesia skeptis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb) contohnya; penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Jadi secara umum skeptisisme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
Dalam penggunaan sehari-hari skeptis-isme bisa berarti:
- suatu sikap keraguan atau disposisi untuk keraguan baik secara umum atau menuju objek tertentu;
- doktrin yang benar ilmu pengetahuan atau terdapat di wilayah tertentu belum pasti; atau
- metode ditangguhkan pertimbangan, keraguan sistematis, atau kritik yang karakteristik skeptis (Merriam-Webster).
Dalam filsafat, skeptis-isme adalah merujuk lebih bermakna khusus untuk suatu atau dari beberapa sudut pandang. Termasuk sudut pandang tentang:
- sebuah pertanyaan,
- metode mendapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus pengujian,
- kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai-nilai moral,
- keterbatasan pengetahuan,
- metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang ditangguhkan.
Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001, SA seksi 230.06)
Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima bagitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti konfirmasi mengenal obyek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji atas kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.
Unsur-unsur dalam spektisme profesional menurut IFAC ada 6 macam (Tuanakotta, 2011:78) yaitu:
1.A critical assessment
2.With a questioning mind
3.Of the validity of audit evidence obtained
4.Alert to audit evidence that contradicts
5.Bring into question the reliability of document and responses to inquiries and other information
6.Obtained from management and those charge with governance
Menurut Hurt el al, 2010 dalam Alwee (2010) Karakteristik skeptisme profesional dibentuk oleh beberapa faktor, seperti:
1.Memeriksa dan menguji bukti
2.Memahami penyedia informasi
3.Mengambil tindakan atas bukti
Tanggung jawab seorang auditor adalah memverifikasi laporan keuangan perusahaan dengan mengekspresikan pendapat apakah laporan keuangan telah memberikan pandangan yang wajar atas kinerja perusahaan dan posisi keuangan untuk tahun yang diaudit. Kebutuhan memberikan keyakinan yang memadai atas laporan keuangan membutuhkan auditor untuk skeptis ketika merencanakan dan melaksanakan pekerjaan auditor. Auditor perlu mengadopsi sikap skeptisme professional terutama dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan yang dapat dilihat pada ISA 240 dalam paragraph ini menjelaskan bahwa prosedur audit yang harus diimplementasikan dalam melaksanakan skeptisme. Prosedur audit menunjukkan bahwa skeptisme harus dilakukan tanpa pengalaman auditor sebelumnya dengan praktik tata kelola. Dokumen atau catatan yang berhubungan dengan intregitas, tata kelola dan kesalahan sebelumnya tidak boleh mempengaruhi sikap skeptis. Auditor harus menjaga sikap skeptisme seluruh pekerjaan audit.
Penelitian yang dilakukan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) menemukan bahwa urutan ketiga dan penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisme profesional yang kurang memadai. Dan 40 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai (Beasley, Cacello & Hermanson, 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya repotasi akuntan public di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal.