Memahami Keterbatasan Pengendalian Internal
15 September 2017
Category: INTERNAL AUDIT
Penulis:
Muhammad Riswanda Imawan, S.E.
Pada sebuah kasus dalam pemerintahan yang sudah diaudit muncul upini WTP dari BPK, dalam hal tersebut dapat dikatakan bahwa pengendalian internal dalam instansi tersebut sudah memadai. Namun tiba-tiba muncul berita bahwa pejabat dari instansi tersebut terseret kasus KPK yang kemudian muncul ungkapan “buat apa ada pengendalian internal jika masalah tetap saja muncul, ada tidak ada pengendalian internal sama saja”. Ungkapan tersebut muncul akibat paradigma bahwa pengendalian internal dianggap sejenis obat yang mampu menyembuhkan semua penyakit. Akibatnya setiap masalah yang terjadi dalam suatu organisasi atau instansi kerap kali yang menjadi kambing hitam adalah bagian pengendalian internal.
Lantas apakah iya pengendalian internal tidak diperukan lagi? Apakah pengendalian internal lebih baik ditiadakan? tunggu dulu, mari kita logikakan saja, “jika sudah dilakukan tindakan pencegahan saja masih bisa terjadi, bagaimana apabila tidak ada tindakan pencegahan sama sekali?”. Dari ungkapan tersebut kita dapat berasumsi bahwa hamper pasti jika tidak ada pencegahan maka masalah yang muncul akan lebih besar lagi, makka dari itu bagaimanapun juga kita perlu pengendalian internal sebagai suatu tindakan pencegahan seperti dijelaskan sebelumnya. Tidakkah kita mengingat bahwa ada pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Begitu pula fakta yang terjadi dalam suatu sistem pengendalian internal, pasti ada kelemahan dan keterbatasan. Jadi pengendalian internal bukanlah obat yang mampu menyembuhkan semua penyakit atau bahkan mampu mencegah berbagai penyakit untuk muncul. Ilmiahnya adalah pengendalian internal hanya memberikan reasonable assurance atas pencapaian tujuan organisasi. Kata hanya bukan berarti menunjukkan keyakinan seadanya namun tetap memberikan tingkat keyakinan yang memadai.
Mengapa ada keterbatasan pengendalian?
Pada paragraph sebelumnya dikatakan bahwa pengendalian hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai, apa yang membuat pengendalian internal tidak dapat memberikan jaminan secara mutlak? Hal ini disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan yang memang melekat dalam praktik pengendalian internal di lapangan. Antara lain yaitu:
·Pengendalian internal yang dilaksanakan oleh manusia dalam pengambilan keputusannya, dimana dalam pengambilan keputusan tersebut berdasarkan banyak pertimbangan seperti ketersediaan informasi, waktu dan biaya yang terbatas serta pengaruh variabel internal ataupun eksternal lainnya. Dalam proses tersebut terkadang waktunya sangat sempit ataupun terjadi bias atau kurangnya informasi yang mengakibatkan pengambilan keputusan tidak berjalan dengan baik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
·Pengendalian internal juga tidak dapat berfungsi dengan baik karena ada gangguan breakdown. Maksudnya adalah apabila seseorang salah memahami instruksi atau berbuat kecerobohan atau kebingungan. Perubahan struktur atau sistem dan prosedur juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan.
·Pengendalian internal juga tidak dapat berfungsi dengan baik apabila terjadi praktik KKN di dalamnya. Katakanalah misal terjadi praktik kolusi, kolusi merupakan bentuk persekongkolan antara dua individu atau lebih untuk melakukan fraud. Masalah lebih besar apabila praktik kolusi ini terjadi antara pihak yang bertanggungjawab atas pengendalian dengan pihak diluar sistem pengendalian internal dengan tujuan tujuan melakukan kecurangan atau menutupi kecurangan agar hal tersebut seakan tidak dapat dideteksi oleh pengendalian internal.
·Manajemen berpeluang mengesampingkan atau mengabaikan pengendalian internal. Sekadang manajemen mengabaikan kebijakan atau prosedur dengan tujuan tertentu dengan melakukan manipulasi data/infrmasi dan bentuk kecurangan lainnya dengan dalih bahwa kebijakan dan prosedur tersebut tidak praktis.
·Pertimbangan aspek biaya dan manfaat dalam perencanaan pengendalian intenal. Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah bahwa manfaat dari pengendalian internal tidak dapat dirumuskan secara eksak sehingga manajemen juga harus membuat estimasi yang pembiayaan yang apabila dalam kondisi dana terbatas, niscaya pengendalian internal yang ideal tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Mengatasi keterbatasan pengendalian internal
Namun apabila seperti dijelaskan pada paragraf sebelumnya jika pengenldalian internal mempunyai keterbatasan yang melekat, lantas bagaimana kita harus menyikapi kondisi seperti ini? Apa yang bisa kita lakukan? Tentu tidak bisa kita hanya diam saja. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah jelas meminimalkan peluang terjadinya masalah. Jika dilihat dari akar permsalahannya, selain keterbatasan sumber daya juga perlu diingat bahwa keterbatasan tersebut muncul juga karena adanya faktor manusianya. Faktor manusia ini sangat amat penting karena seringkali terjadi pengambilan keputuan yang salah berawal dari pengambil keputusan yakni manusianya itu sendiri. Berbagai faktor mulai dari kurangnya kompetensi, kurangnya integritas hingga tidak bisanya berkomitmen dari individu dalam pengendalian internal tersebut. Lalu bagaimana cara menjaga agar manusianya mempunyai kompetensi, integritas dan komitmen sesuai yang diharapkan? Banyak cara yang bisa dilakukan dalam hal ini. Singkatnya du acara yang bisa dilakukan adalah dengan internalisasi secara konsisten serta penguatan pemantauan dan perbaikan berkelanjutan.
Internalisasi yang dimaksud adalah menjadikan pengendalian internal menjadi bagian dalam proses kegiatan operasional yang dapat diataati oleh semua orang dalam organisasasi. Proses internalisasi harus dapat memberikan pemahaman yang baik serta membentuk komitmen pada setiap individu dalam organisasi sehingga dapat turut serta dalam proses pengendalian. Sederhananya adalah setiap orang dalam organisasi harus memiliki pemahaman yang cukup, komitmen yang kuat, dan bergerak melakukan tindakan nyata. Untuk memberikan pemahaman tadi dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan pelatihan secara formal maupun melalui inisiatif dari masing-masing unit kerja. Komitmen bisa dibentuk melalui pembimbingan dan konsultasi, serta pemberian sistem reward and punishment secara konsisten. Agar orang mau melakukan tindakan nyata maka diberi target, petunjuk, dan arahan yang jelas mengenai apa yang akan, kapan dan bagaimana cara mencapai target.
Hal berikutnya adalah penguatan pemantauan dan perbaikan berkelanjutan. Hal ini sangat penting karena dapat menjaga kepatuhan dan efektivitas pengendalian internal. Melalui proses pemantauan, setiap orang akan merasa bahwa apa yang telah dikerjakannya dapat dilihat dan diperiksa kapan saja, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaan serta patuh terhadap sistem dan prosedur yang ada. Pemantauan juga menjadi sarana untuk melakukan perbaikan terus-menerus sehingga pengendalian internal tetap berjalan efektif dan update sesuai dengan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal. Kita dalam hal ini dapaat sepakat bahwa pengendalian intern itu penting bagi organisasi. Pengendalian internal yang berjalan efektif akan lebih meyakinkan organisasi dalam mencapai tujuannya.