KEPEMILIKAN DAN KERAHASIAAN KERTAS KERJA AUDIT
19 May 2017
Category: AUDIT
Penulis:
Alvi Noor Zakiyya, S.E.
Dalam setiap pekerjaan pasti memiliki suatu kertas kerja yang menjadi salah satu alat bantu dan media komunikasi dalam bekerja. Kertas kerja merupakan suatu laporan tertulis yang membahas masalah tertentu yang dikemukakan untuk mendapat suatu pembahasan lebih lanjut. Pun demikian dengan profesi auditor yang juga memiliki kertas kerja tersendiri, yang biasa disebut dengan kertas kerja audit.
Kertas kerja audit adalah catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat sehubungan dengan kegiatan audit yang telah dilakukan. Kesimpulan akhir dari suatu pemeriksaan audit adalah opini yang menjadi laporan tertulis yang disampaikan kepada klien oleh auditor.
Audit atas laporan keuangan harus didasarkan atas Standar Audit (SA) yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Standar Audit mengharuskan auditor melakukan perencanaan dan supervisi terhadap audit yang dilaksanakan, memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, dan mengumpulkan bukti kompeten yang cukup melalui berbagai prosedur audit. Kertas kerja merupakan sarana yang dilakukan oleh auditor untuk membuktikan bahwa standar audit telah dipatuhi.
Kertas kerja audit yang baik biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan mengenai hal-hal sebagai berikut:
-Perencanaan dan supervisi yang baik.
-Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
-Telah diperolehnya bukti audit, telah dilakukannya seluruh prosedur pemeriksaan, dan pengujian telah dilaksanakan yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Jika suatu kertas kerja audit dinyatakan baik, yang dalam proses pengerjaan di lapangan telah memenuhi hal-hal tersebut di atas, manfaat yang akan didapatkan oleh auditor dari kertas kerja audit adalah sebagai berikut.
-Penghubung antara catatan klien dengan laporan audit yang dihasilkan oleh auditor.
-Bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
-Mendukung opini auditor.
-Untuk mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
-Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
-Dasar perencanaan audit tahun selanjutnya.
-Catatan bukti dan hasil pengujian yang telah dilakukan.
-Dasar untuk menentukan jenis opini.
-Dasar untuk supervisi audit oleh supervisor atau partner.
Menurut SA (Standar Audit) Seksi 230 mengenai Dokumentasi Audit, dijelaskan bahwa kertas kerja adalah milik auditor. Meskipun demikian, hak kepemilikan kertas kerja oleh auditor masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, untuk menghindari penggunaan hal-hal yang bersifat rahasia oleh tujuan yang tidak semestinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik 301 memuat aturan yang berkaitan dengan kerahasiaan kertas kerja “Anggota kompartemen akuntan publik tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan klien”. Hampir semua informasi yang diperoleh auditor dicatat dalam kertas kerja, maka bagi auditor, kertas kerja audit merupakan hal yang bersifat rahasia.
Kode Etik IAI memuat pasal yang mengatur kerahasiaan kertas kerja, pasal 19 Kode Etik Akuntan Indonesia yang berbunyi sebagai berikut.
“Seorang akuntan publik harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama penugasan professional, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan fakta atau informasi tersebut, bila ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien yang bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara, atau profesinya.”
Meskipun kertas kerja dibuat dan dikumpulkan auditor dalam daerah wewenang klien, dari catatan-catatan klien, serta atas biaya klien, hal pemilikan atas kertas kerja tersebut sepenuhnya tetap berada di tangan akuntan publik, bukan milik klien atau pribadi auditor. Karena kertas kerja audit tidak hanya berisi informasi yang diperoleh auditor dari catatan klien saja, tetapi berisi pula program audit yang akan dilakukan oleh auditor, maka tidak semua informasi yang tercantum dalam kertas kerja dapat diketahui oleh klien.
Karena sifat kerahasiaan yang melekat pada kertas kerja audit, auditor harus menjaga kertas kerja dengan cara mencegah terungkapnya informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak-pihak yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, organisasi pemeriksaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai dengan SA (Standar Audit), auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpanan dokumen.
Dengan demikian, jelas bahwa tidak semua kertas kerja dapat menjadi konsumsi publik. Terdapat banyak aturan dan kode etik yang membatasi penggunaan kertas kerja oleh pihak-pihak tertentu termasuk auditor yang membuat kertas kerja audit. Adanya pembatasan ini bukan berarti membatasi ruang gerak dari para professional yang bekerja di dalamnya, tetapi lebih melindungi tidak hanya terkait data dari klien, tetapi juga auditor itu sendiri.