Indonesian Sustainable Of Palm Oil (ISPO)
31 August 2015
Category: PRODUCTIVITY AND QUALITY
Penulis:
Erick Setiawan Gunawan, ST.
Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan luasan areal kelapa sawit 7,5 juta hektar dengan pendapatan ± 4jt/KK terserap di on farm kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan sumber devisa dan pendapatan Negara dari sektor ekspor non migas devisa ekspor senilai 13,5 Milyar dolar di tahun 2009. Manfaat lain pembangunan kelapa sawit adalah pengembangan wilayah, penanggulangan kemiskinan, penyediaan pangan, minyak goreng, bahan baku energi dan mendorong pembangunan industri di dalam negeri serta penghasil minyak nabati paling efisien dibanding minyak kedelai, bunga matahari, rapeseed, minyak kelapa dll.
Dalam 5 tahun terakhir, terjadi pergeseran pasar minyak nabati dunia, dari sebelumnya didominasi konsumsi minyak kedelai yang diproduksi di negara maju (Eropa dan Amerika) menjadi minyak sawit yang diproduksi di negara berkembang (Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Nigeria, Ghana dll). Dari sisi suplai, pasokan produksi Indonesia menjadi yang terbesar (44%) menggeser pasokan Malaysia (41%).Harga minyak mentah (crude oil) yang naik di luar perkiraan juga membuat minyak sawit selalu menjadi pembicaraan sebagai substitusi energi dalam bentuk biofuel.
Namun ada beberapa isu negatif yang terkait dengan perkelapasawitan di Indonesia antara lain minyak kelapa sawit sebagai minyak yang tidak sehat, penyebab rusaknya lingkungan, hutan, terjadinya deforestrasi, kekeringan, terpinggirkannya indegeneous people, menurunnya/matinya satwa yang dilindungi, menyebabkan pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim, CO2 emissio. Menanggapi berbagai isu dan permasalahan perkebunan kelapa sawit maka pemerintah Indonesia memandang perlu disusunnya sebuah pedoman Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untukmenjawabtuntutan memproduksi minyak sawit berkelanjutan yang datang dari konsumen, industri, pembeli dan stakeholder perkelapasawitan lainnya. Pembangunan perkebunan kelapa sawit merupakan pembangunan lintas sektor, sehingga harus tunduk dan patuh pada seluruh ketentuan/perundangan seluruh instansi terkait yang berlaku, tidak hanya di bidang pertanian/perkebunan saja.
Sistem Sertifikasi ISPO :
1.Penilaian Usaha Perkebunan sebagai prasyarat.
Setiap perusahaan yang melakukan usaha perkebunan di Indonesia wajib memiliki izin usaha baik berupa IUP, IUP-B dan atau IUP-P, ITUP dan SPUP. Bagi perusahaan yang telah mempunyai izin, baik pada tahap pembangunan maupun tahap operasional secara rutin akan dilakukan penilaian dan pembinaan usaha perkebunan. Penilaian ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan kelangsungan usaha perkebunan serta memantau sejauh mana penerima izin telah melakukan dan mematuhi kewajibannya. Bagi pelaku usaha perkebunan tahap pembangunan, penilaian dilakukan oleh provinsi/kabupaten 1 tahun sekali sedangkan usaha perkebunan tahap operasional, penilaian dilakukan setiap 3 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang pedoman penilaian usaha perkebunan. Penilaian usaha perkebunan dilakukan oleh petugas penilai yang merupakan petugas (PNS) Dinas yang membidangi Perkebunan yang telah dilatih dan mendapatkan sertifikat sebagai penilaian dari Lembaga Pendidikan Perkebunan. Petugas Penilai bertanggungjawab secara teknis dan yuridis terhadap hasil penilaiannya. Aspek yang dinilai meliputi legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan serta pelaporan. Hasil penilaian tersebut berupa penilaian kelas kebun bagi kebun operasional, yaitu kebun kelas I (baik sekali), kelas II (baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali). Kebun dengan hasil penilaian kelas I, II dan III dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan audit agar dapat diterbitkan sertifikasi ISPO. Sedangkan bagi kebun yang tergolong kelas IV diberikan peringatan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 4 bulan dan kebun kelas V diberikan peringatan sebanyak 1 kali dalam selang waktu 6 bulan. Apabila dalam jangka waktu peringatan tersebut perusahaan perkebunan yang bersangkutan belum dapat melaksanakan perbaikan dan saran tindak lanjut, maka izin usaha perkebunannya dicabut.
2.Persyaratan Sertifikasi
Meliputi kepatuhan aspek hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku serta sanksi bagi mereka yang melanggar. Prinsip dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan adalah
·Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan.
·Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
·Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan.
·Tanggungjawab Terhadap Pekerja.
·Tanggungjawab Sosial dan Komunitas.
·Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat.
·Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.
Di semua perkebunan negara dan swasta besar,prinsip tersebut sudah cukup memadai kecuali dalam beberapa kriteria, yaitu mekanisme penanganan sengketa lahan dan kompensasi, mekanisme pemberian informasi, pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity), identifikasi kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi (NKT), mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan realisasi tanggung jawab sosial perusahaan. Sedang untuk prinsip-prinsip lainnya hanya perlu perbaikan dokumentasi agar pemenuhan buktinya dapat ditunjukkan dan konsisten.