Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Pemeriksaan Auditor Terhadap Going Concern Perusahaan

02 February 2018
Category: AUDIT
Penulis:         Khoirul Umam, S.E.
Pemeriksaan Auditor Terhadap Going Concern Perusahaan

Auditor TIDAK WAJIB untuk memprediksi kondisi masa depan perusahaan terperiksa (auditee) Namun belakangan, dalam proses audit, auditor diharapkan untuk mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan hidupnya (continue to going concern), minimal untuk satu tahun buku ke depan. Bagaimana cara auditor memeriksa aspek going concern perusahaan?

Pentingnya Asumsi Going Concern Dalam Akuntansi

“Going Concern,” dalam akuntansi, adalah sebuah ASUMSI (sekalilagi sebuah asumsi) yang menganggap bahwa perusahaan akan beroperasi dalam jangka panjang. Dan sebagian besar perlakuan akuntansi mulai dari pengukuran hingga pengungkapannya menggunakan asumsi ini.

“Aset Tetap” misalnya, awalnya diakui sebesar harga perolehan (cost) untuk kemudian di alokasikan sebagai beban/biaya melalui penyusutan atau amortisasi secara bertahap selama umur manfaatnya (umur ekonomisnya). Hal ini karena adanya matching concept dimana perusahaan diasumsikan akan beroperasi dalam jangka panjang Going Concern minimal selama usia manfaat aset.

Pengeluaran-pengeluaran besar sehubungan dengan aset, sebagai contoh berikutnya, dikapitalisasi ke aset terkait. Hal ini, juga dengan asumsi bahwa perusahaan akan beroperasi dalam jangka panjang (Going Concern). Andai tidak menggunakan asumsi Going Cocern, mestinya, berapa besarpun pengeluaran yang timbul langsung dibebankan (expensed) pada saat terjadi.

Asumsi yang sama juga digunakan ketika perusahaan mengakui “Biaya Dibayar Dimuka” atau “Pendapatan Diterima Dimuka.”

Andai tidak menggunakan asumsi ‘Going Concern’ maka tidak akan pernah ada pengalokasian beban secara bertahap (penyusutan/amortisasi). Pengakuan pendapatan secara bertahap juga takkan pernah terjadi.

Pengelompokan ‘Aset Lancar – Tak lancar’ dan ‘Utang Jangka Pendek – Jangka Panjang’ pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca) juga tak pernah ada jika asumsi Going Concern tak digunakan. Bahkan, periodesasi pelaporan keuangan juga menjadi tak diperlukan lagi, dan yang namanya ‘matching-concept’ otomatis menjadi tak ada.

Persoalannya, yang namanya ASUMSI tetap saja asumsi yang pada titik tertentu bisa jadi tidak mewakili kondisi sebenarnya. Termasuk asumsi going concern yang digunakan dalam akuntansi. Ada kalanya, pada titik tertentu, perusahaan tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidupanya.

Sekarang bayangkan, apa yang terjadi ketika Laporan Keuangan yang disajikan menggunakan asumsi going concern padahal pada kenyataannya perusahaan tidak mampu lagi meneruskan operasionalnya dalam jangka panjang alias tidak sungguh-sungguh going concern?

Itu artinya, asumsi going concern yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan sudah tidak valid lagi; tidak mewakili kondisi perusahaan yang sebenarnya, meskipun angka-angkanya akurat dan perlakuannya telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sehingga, semua isi laporan keuangan yang disajikan menjadi TIDAK MASUK AKAL lagi! Tidak valid!

Peranan Auditor Dalam Memeriksa Aspek Going Concern Auditee

Di masa silam, proses audit tidak secara khusus memeriksa aspek going concern auditee. Tugas dan tanggungjawab auditor terbatas pada penilaian terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan yang tentu saja disusun dengan menggunakan basis data historis (transaksi-transaksi yang telah terjadi), sama sekali TIDAK menilai atau memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang, termasuk kemampuannya untuk terus going concern.

Namun publik mengharapkan agar tugas dan tanggungjawab auditor diperluas, sehingga mampu memininalkan risiko terkait kondisi dan peristiwa yang sifatnya tak pasti. Salahsatu tugas dan tanggungjawab yang diperluas itu adalah pemeriksaan terhadap kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasionalnya dalam jangka panjang (aspek going concern).

Atas harapan itu, untuk pertamakalinya di tahun 1978, the Commission on Auditors’ Responsibilities (CAR)—sebuah komisi khusus membahas mengenai tugas dan tanggungjawab auditor di Amerika Serikat yang anggotanya terdiri dari board of director American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), fokus untuk merespon permintaan publik tersebut.

Hasil pembahasan itu menyimpulkan bahwa, diikutsertakannya aspek going concern dalam laporan audit justru membingungkan pengguna, menggeser tugas auditor, dan kerap menimbulkan harapan palsu di kalangan pengguna laporan keuangan. Oleh karena itu CAR merekomendasikan agar aspek going concern disertakan dalam “Catatan atas Laporan Keuangan” yang dirilis oleh pihak manajemen auditee bersamaan dengan Laporan Keuangan saja, tidak pada laporan audit yang dirilis oleh auditor.

Dan, the Auditing Standard Board (ASB)-pun mengamini rekomendasi tersebut. Namun, keputusan itu memperoleh tekanan balik yang keras dari publik. Mereka tetap meminta agar tugas dan tanggungjawab auditor diperluas, termasuk memeriksa aspek going concern.

Seiring dengan semakin banyaknya skandal laporan keuangan yang timbul pada masa-masa setelah itu, maka ASB akhirnya merilis Statement of Auditing Standard (SAS) nomor 59.

SAS 59 (AU 341.01), secara eksplisit menyatakan:

“Kelangsungan hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. “

Dengan kata lain, kecuali ditemukan adanya informasi sebaliknya, maka secara otomatis asumsi going concern harus digunakan dalam menilai kewajaran Laporan Keuangan.

Cara Auditor Pemeriksaan Aspek Going Concern

Pada umumnya, keberlanjutan operasional perusahaan terancam oleh satu keadaan saja, yaitu: adanya kondisi dan peristiwa tak pasti yang bisa membuat perusahaan menjadi tidak mampu membayar liabilitasnya—baik yang tergolong jangka pendek maupun jangka panjang.

Oleh sebab itu, SAS 59 (AU 341) memberikan petunjuk mengenai kondisi-kondisi dan peristiwa-peristiwa yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menemukan adanya “kesangsian substansial” (keraguan besar) terhadap kemampuan going concern entitas auditee di masa yang akan datang, setidanya hingga satu tahun buku ke depan.

Ada 4 kondisi dan peristiwa yang dapat diidentifikasi dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh auditor, yaitu:

  1. Kecenderungan-Kecenderungan Negatif (Negative Trends) – Misalnya: kerugian operasional yang terjadi secara berulang dari periode-ke-periode, kekurangan modal kerja yang terus terjadi, arus kas aktivitas operasional yang negatif, rasio-rasio kinerja kunci (key performance indicator) yang berskor buruk.
  2. Indikasi Kesulitan Keuangan (Financial Distress) – Contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban membayar utang, nunggak pembayaran dividen, penolakan dari pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, timbulnya kebutuhan akan restrukturisasi utang, tilmbulnya kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, adanya inisiasi untuk menjual cepat sebagian aset yang dimiliki.
  3. Persoalan Internal (Internal Issues) – Misalnya, pemogokan kerja atau konflik perburuhan yang lain, adanya ketergantungan yang tinggi terhadap keberhasilan suatu proyek tertentu, adanya komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, adanya kebutuhan untuk merombak operasional perusahaan secara signifikan.
  4. Persoalan Eksternal (External Issues)– Contoh: adanya tuntutan hukum atau gugatan pengadilan yang berpotensi mengganggu kelangsungan hidup perusahaan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang berpotensi membatasi atau menghentikan operasional perusahaan baik sebagian maupun keseluruhan, kehilangan hak kelola-lisensi-copyright-dan-paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi-banjir-kekeringan-dan force majeur lainnya yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

   For Further Information, Please Contact Us!