Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Konsep Pengendalian Internal Dalam Badan Usaha Milik Negara

02 November 2017
Category: INTERNAL AUDIT
Penulis:         Muhammad Riswanda Imawan, S.E.
Konsep Pengendalian Internal Dalam Badan Usaha Milik Negara

Berlatar belakang dengan dibutuhkannya penerapan Good Corporate Governance, maka tuntutan untuk melakukan pengelolaan secara baik menjadi sebah keharusan dalam setiap organisasi publik atau pemerintahan. Hal ini bermaksud agar suatu organisasi dapat mencapai tujuan dengan mengelola sumber daya yang ada dengan baik, salah satu fokusnya semisal dalam bidang keuangan. Ada apa dengan pengelolaan keuangan? Hal ini bertujuan untuk pengamanan aset dan keuntungan perusahaan yang menjadi tujuan dari organisasi dengan profit oriented. Tujuan ini dapat dicapai dengan melakukan internal control atau yang biasa disebut dengan sistem pengendalian internal dalam organisasi pemerintahan.

Walaupun setiap organisasi memiliki misi yang berbeda-beda, akan tetapi pada umumnya strategi bisnis yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran adalah dengan membentuk kinerja sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini kaitannya dengan operasi yang efisien dan efektif, kehandalan laporan keuangan dan ketaatan pada hukum dan ketentuan perundangan yang berlaku. Sistem pengendalian internal yang baik memungkinkan manajemen siap menghadapi perubahan iklim ekonomi yang dinamis serta persaingan yang ketat.

Pada teori akuntansi dan organisasi, pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Sedangkan sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau ellemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Pada prinsipnya sistem memiliki elemen antara lain objek, atribut, hubungan internal dan lingkungan. Terkait dengan pengendalian internal, Sistem Pengendalian Internal (SPI) adalah semua kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai kepada manajemen bahwa organisasi sedang dan akan mencapai tujuan dan sasarannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat (3) UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran”. Kemudian ketentuan ini dilanjutkan pada Pasal 26 UU yang sama bahwa BUMN wajib menyelenggarakan pembukuan yang dipertanggungjawabkan dan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian internal terutama pemisahan fungsi pengurusan, pencatatan, penyimpanan maupun pengawasan.

Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penyelenggaraan sistem pengendalian internal berbasis framework COSO (internal control COSO) menjadi kewajiban dengan ditetapkannya dalam Pasal 22 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Good Governance pada Badan Usaha Milik Negara yang berbunyi “Direksi harus menetapkan suatu sistem pengendalian internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN”. Dengan adanya peraturan tersebut maka manajemen BUMN harus menerapkan sistem pengendalian internal yang baika. Sebagaimana kita semua mengetahui bahwa peranan dari BUMN dalam tata perekonomian Indonesia merupakan salah satu pelaku ekonomi nasional yang diharapkan dapat aktif dalam memajukan perekonomian negara. Maka dengan penerapan prinsip-prinsip pengendalian internal dapat membantu dalam menjaga Good Governance pada BUMN sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Seperti semua kita ketahui bahwa dalam COSO framework ada lima komponen yang mempengaruhi keberhasilan sistem pengendalian yakni antara lain: (1) lingkungan pengendalin (control environment); (2) pengukuran risiko (risk assessment); (3) aktivitas pengendalian (control activities); (4) informasi dan komunikasi (informations and communications); dan (5) pemantauan (monitoring). Sedangkan pada Pasal 22 Ayat (2) Keputusan Menteri BUMN No.117 Tahun 2002 tentang Good Corporate Governance, komponen sistem pengendalian internal tersebut mencakup: (1) lingkungan pengendalian internal dalam perusahaan yang disiplin dan terstruktur; (2) pengkajian dan pengelolaan risikp usaha; (3) aktivitas pengendalian; (4) sistem informasi dan komunikasi; dan (5) monitoring. Dari penjabaran di atas dapat dilihat bahwa komponen sistem pengendalian internal yang terdapat dalam keputusan Menteri BUMN tersebut tidak jauh berbeda dengan komponen sistem pengendalian internal dalam COSO framework.

Penetapan Sistem Pengendalian Internal (selanjutnya disebut SPI) oleh Direksi menunjukkan bahwa manajemen bertanggung jawab dalam penerapan SPI tersebut, yakni memastikan bahwa SPI telah mencakup keseluruhan sasaran dan tujuan dari entitas, menegakkan dan mempertahankan SPI sehingga dapat terus mendukung pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditentukan, bahkan meskipun sasaran dan tujuan tersebut berubah-ubah seiring berjalannya waktu, memastikan bahwa sistem diterapkan secara konsisten, dan memastikan bahwa lingkungan organisasi mendukung SPI tersebut. Adapun dua hal konsep dasar SPI yang hendaknya menjadi tanggung jawab manajemen yakni: (1) keyakinan memadai yang berarti hanya terdapat kemungkinan yang sangat kecil bahwa kesalahan yang material tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh SPI; dan (2) keterbatasan melekat yang berarti pengendalian internal tidak pernah dapat dianggap sebagai suatu sistem yang sempurna.

Untuk memaksimalkan fungsi SPI, maka hendaknya dalam suatu organisasi tersebut SPI dapat menjalankan fung-fungsi berikut yaitu: (1) preventive, yaitu pengendalian untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan yang sering terjadi dalam operasi; (2) detective, yaitu mendeteksi kesalahan dan penyimpangan yang terjadi; (3) corrective, yaitu memperbaiki kesalahan dan penyimpangan yang terdeteksi; (4) directive, yaitu mengarahkan agar pelaksanaan dilakukan dengan tepat dan baik; dan (5) compensative, yaitu menetralisir kelemahan pada aspek pengendalian yang lain. Adapun kaitannya dengan pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung keuangan negara yang salah satunya dilakukan oleh BUMN.Laporan keuangan dari BUMN merupakan pendukung Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) karena nilai ekuitas BUMN merupakan bagian dari aset Pemerintah.SPI yang efektif tentunya akan berdampak langsung dalam meningkatkan kualitas dan keandalan dari Laporan Keuangan BUMN. Kemudian hal ini juga akan berdampak pada keandalan dari keandalan LKPP karena nilai ekuitas BUMN yang cukup material terhadapa nilai aset dalam LKPP.

Setiap pelaksanaan pemeriksaan terutama bagian keuangan dan kinerja,seorang pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai SPI dari entitas yang diperiksa. Tanggung jawab dari BPK adalah pada pernyataan pendapat atas LK berdasarkan pemeriksaan BPK. Pemahaman SPI tersebut sebagai bentuk dari memperoleh keyakinan yang memadai atas LK dari salah saji material. Pemahaman mengenai SPI tersebut juga memilikiarti penting dalam pemeriksaan yang berkenaan dengan ebijakan pemeriksaan di masa mendatang, sifat dan jenis pemeriksaan yang diperlukan, saat dan lingkup pemeriksaan serta rekomendasi yang akan diberikan.

   For Further Information, Please Contact Us!