Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PERLAKUAN PAJAK ATAS UANG PESANGON KARYAWAN

15 August 2017
Category: TAX
Penulis:         Sofyan Hadi, S.E., BKP
PERLAKUAN PAJAK ATAS UANG PESANGON KARYAWAN

Pemutusan Hubungan Kerja pasti dialami oleh perusahaan dalam hubungannya dengan tenaga kerja atau karyawannya. Kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan menimbulkan kewajiban. Berdasarkan undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima kepada karyawan. Konteks permasalahan yang perlu kita cermati adalah mekanisme pemberian uang pesangon oleh perusahaan, yang berimplikasi terhadap kewajiban pajak terutang. Perusahaan juga terkadang binggung dengan cara perhitungan pajak terutang atas uang pesangon baik yang dibayarkan sekaligus maupun secara berangsur.

Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan oleh pengusaha (pemberi kerja). Pada umumnya, perusahaan membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan kerja. Namun ada pula perusahaan tidak membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan, tetapi menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang menjadi kewajiban perusahaan. Pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pengelola dana pesangon bisa berupa Lembaga Pengelola Dana Pesangon yang dibentuk oleh perusahaan sendiri, pengelola dana pesangon bukan bank maupun yang diserahkan kepada bank.

Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya (termasuk uang pesangon) merupakan obyek pajak penghasilan. Berdasarkan pasal 21 undang-undang PPh, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar penghasilan tersebut.

Pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh pengusaha dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja. Pesangon yang diterima/ diperoleh karyawan adalah penghasilan yang merupakan obyek PPh Pasal 21. Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon yang menjadi hak karyawan, terdapat beberapa cara yang lazim digunakan oleh pengusaha. Perbedaan cara dalam memenuhi kewajiban tersebut akan mempunyai konsekuensi perpajakan yang berbeda.

Pesangon dibayarkan Sekaligus

Secara sederhana, pesangon atau imbalan dalam bentuk lainnya dibayarkan oleh pemberi kerja secara sekaligus merupakan pesangon yang seharusnya dibayarkan secara keseluruhan atau berangsur selama tidak lebih dari 2 tahun kalender (PP No.69 Tahun 2009 Pasal 2(2)). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2009 pasal 4 perhitungan pajak penghasilan 21 dapat dilakukan dengan cara perhitungan berikut;

  1. sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00;
  2. sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00;
  3. sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00;
  4. sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00.

Atas pemberian imbalan uang berupa pesangon ini merupakan Pajak Penghasilan Pasal 21 bersifat final, namun apabila dibayarkan secara diangsur maka pembayaran yang telah melebihi 2 tahun kalender dianggap tidak final dan dikenakan tarif pajak yang berbeda.

Pesangon Dibayarkan Tidak Sekaligus atau Bertahap.

Sesuai dengan penjelasan pada peraturan PP No.69 Tahun 2009 pasal 2 ayat 2 bahwa uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap melebihi dari tahun ke-2 dan seterusnya dikenakan tarif pajak pasal 17, dengan rincian:

  1. sebesar 5% atas penghasilan bruto Rp 0,- sampai dengan Rp 50.000.000,00;
  2. sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00;
  3. sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00;
  4. sebesar 30% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00.

atas pemberian pesangon yang dibayarkan secara bertahap merupakan pajak penghasilan tidak final.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah pesangon dapat dibayarkan langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada pihak Pengelola Dana Pesangon Tenaga kerja. Dalam Hal pemberi kerja mengalihkan uang pesangon sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja, pegawai dianggap telah menerima hak atas pesangon. Artinya pada saat dialihkan sudah ada kewajiban pajak terutang. Sebaliknya jika pemberi pesangon mengalihkan secara bertahap atau berkala maka pegawai belum dianggap menerima hak atas pesangon.

Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat perbedaan perhitungan pajak terutang atas uang pesangon karyawan yang dibayarkan sekaligus mapun bertahap. Hitung secara benar supaya pembayaran pajak terutang tidak menjadi lebih bayar atau salah melakukan pemotongan. semoga bermanfaat.

   For Further Information, Please Contact Us!