Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

“VALUE STATEMENT” DALAM ORGANISASI : PENDORONG ATAU BUMERANG???

22 March 2017
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Wahyu Intan Martina, S. Psi
“VALUE STATEMENT” DALAM ORGANISASI : PENDORONG ATAU BUMERANG???

Ketika Jim Collins and Perry Porras menerbitkan bukuBuilt to Last pada 1994, sejumlah Perusahaan berlomba-lomba dan secara mewabah seperti halnya penyakit menular menegakkan prinsip dan menerapkan nilai (value statement) sebagai pedoman dalam berprilaku. Tidak jarang sebagian juga meyakini bahwa penciptaan nilai menjadi fondasi paling penting dalam menjalankan suatu organisasi selain visi dan misi yang telah terlebih dahulu mereka punyai.

Namun apakah itu efektif??

Penciptaan nilai dalam perusahaan itu dapat menjadi nilai tambah namun dapat juga menjadi bumerang terutama jika organisasi tidak mampu merealisasikannya. Dampaknya tidak hanya perusahaan yang frustasi karena nilai itu tidak berjalan sebagaimana mestinya namun juga ‘people’ yang ada di perusahaan merasakan bahwa hal itu juga berdampak pula kepada dirinya. Apalagi jika nilai-nilai itu bahkan membuat perusahaan terpuruk karena dalam realisasinya ternyata tidak nampak seperti seharusnya terutama jika masuk ke ranah hukum seperti halnya terjerat persoalan fraud.

Hal yang paling dapat menggambarkan fenomena nilai diatasmungkin kita bisa berkaca pada kasus Enron yang merupakan perusahaan besar dan hampir dipastikan setiap sarjana lulusan terkemuka ingin sekali bekerja dan menjadi bagian dari perusahaan ini. Perusahaan yang sangat concern dalam penetapan nilai-nilai yaitu Communication, Respect, Integrity and Excellence ternyata justru terjerat kasus hukum.

Berbicara Enron untuk saat ini, karyawan yang bekerja disana akan akan malu. Bagaimana tidak? Karena Enron saat ini identik dengan kecurangannya. Terus kemana nilai integritas yang telah ditetapkan? Apakah values-nya salah diterjemahkan? Ataukah valuesnya sebenarnya tepat akan tetapi jika pelanggaran lebih kepada oknum?

Disinilah organisasi perlu berkaca bahwa dalam penetapan nilai-nilai harus sejalan dengan praktik di lapangan. Bilamana ini tidak sejalan maka akan timbul kesenjangan antara manajemen dan team leader di perusahaan dalam mengatur serta mengarahkan anggota team. Tidak hanya itu hal ini sama saja dengan memberikan kesempatan kepada oknum untuk bisa melakukan tindakan atau prilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai organisasi. Oleh karena itu statement nilai-nilai organisasi perusahaan harus terus dilakukan dapat berupa sosialisasi, memasukkan kedalam sejumlah tema kegiatan kantor atau dalam bentuk-bentuk lain yang sifatnya membantu membuka wawasan setiap staf untuk tidak sekedar mengetahui namun juga menerapkan dalam kehidupannya terutama dalam lingkup yang lebih kecil yaitu di pekerjaannya.

Sosialisasi penting dilakukan karena kalau tidak maka nilai-nilai yang sudah sedemikian rupa ditetapkan sejak jaman perusahaan berdiri atau bahkan diperoleh dari kontribusi sejumlah pemikiran akan menjadi sia-sia karena dalam realisasinya hanya akan menjadi slogan belaka. Hal lain organisasi juga seringkali terjebak pada aspek simbolis bahwa setelah penetapan nilai maka dilakukan lauching besar-besaran guna menanamkan nilai tersebut. Dimana sebenarnya kegiatan ini sah-sah saja dilakukan namun kalau tidak dibarengi proses internalisasi yang tepat maka hasilnya menjadi kurang maksimal. Mengingat tujuan internalisasi sendiri membuka wawasan karyawan bukan kepada marketing launch atau semata kepentingan publik.

Kegiatan dalam menfasilitasi internalisasi nilai – nilai di Perusahaan dapat dimulai dengan :

1. Melakukan diskusi dan tanya jawab (values communications plan) dengan seluruh karyawan guna meminta pendapat atas penetapan nilai-nilai apakah cukup relevan dengan kondisi saat ini terutama mengakomodir kewajiban mereka dalam hal pemenuhan nilai-nilai tersebut. Dibutuhkan keefektifan organisasi untuk terus mengumandangkan values. Mengingat jika karyawan puas dan merasakan bahwa nilai-nilai ini mendatangkan manfaat tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi perusahaan maka diharapkan dalam berprilaku dan bertindak akan lebih berkontribusi serta sejalan dengan nilai-nilai organisasi.

Contoh paling nampak adalah di sejumlah perusahaan banyak karyawan yang karena internalisasi nilai-nilai organisasi begitu tertanam di benak mereka maka menjadi lebih loyal terhadap perusahaan, bersedia berkorban untuk kepentingan perusahaan, tergerak menjadi agen perubahan dengan melepas status “comfort zone”nya atau bahkan tidak jarang berupaya ekstrakeras dengan spirit serta motivasi yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianut dandiperoleh dari organisasi.

2. Membahas kasus-kasus yang perlu direspon dimana departemen HRD harus kreatif dengan melakukan browsing kasus untuk dapat melihat topik yang bisa diangkat dan sejalan dengan nilai-nilai organisasi. Atau jika lingkup perusahaan bergerak di jasa konsultasi maka dapat pula mengangkat satu topik pengalaman benchmarking kasus di klien sebagai satu topik yang dapat diangkat semata meyakinkan karyawan pentingnya menerapkan nilai-nilai dalam berprilaku. Dengan memberikan teladan kasus-kasus tersebut maka karyawan akan memahami apa yang ‘do’s dan apa yang dont’s sejalan dengan nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan.

3. Menggunakan ‘key values indicators’ untuk mengukur perilaku dan prestasi pencapaiannya. Tentu saja untuk yang terakhir ini harus ada penetapan parameter yang jelas sebagai tolak ukur atas prilaku yang ditampilkan yang mana termasuk kategori sejalan dengan nilai-nilai dan mana yang belum mengarah kesana. Sejauh mana bentuk apresiasi yang diberikan jika karyawan dapat telah menerapkan nilai-nilai tersebut dst... Kembali manajemen harus punya mindstream serta target bahwa nilai-nilai ini harus segera terakomodir dimana kemudian dapat meyakini bahwa konsep “Live their values” itu benar-benar diaplikasikan di lapangan.

Jika proses tahapan internalisasi di atas itu sudah terealisasi dengan baik maka diharapkan akan mempermudah karyawan dalam menentukan sikap dan membuat keputusan. Dampaknya terlihat langsung pada produktivitas (kinerja di lapangan) melalui tingkat keraguan akan menurun, kualitas kinerja meningkat dan kesalahan kerja menurun. Hal yang lebih disebabkan karena setiap karyawan yakin betul dan memahami akan nilai-nilai yang dianut sejalan dengan yang dimiliki organisasi. Disinilah yang dapat dikatakan bahwa statement nilai-nilai berhasil tidak hanya sekedar sebagai obyek pemersatu namun juga menjadi fondasi utama memperkuat daya saing bagi organisasi.

   For Further Information, Please Contact Us!