Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

RAGAM ALTERNATIF EFISIENSI BIAYA SELAIN PHK

02 November 2019
Category: ACCOUNTING
Penulis:         Girindra Wardana, S.A.
RAGAM ALTERNATIF EFISIENSI BIAYA SELAIN PHK

Kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik membuat para pemilik perusahaan berpikir keras mengenai berbagai upaya yang harus dilakukan agar bisnisnya tetap bertahan. Salah satu langkah yang paling umum adalah dengan melakukan efisiensi biaya. Efisiensi tersebut biasanya berupa kebijakan pembatasan jam lembur, meminimalkan perjalanan dinas yang dianggap tidak mendesak, memberlakukan denda kepada karyawan yang tidak bekerja sesuai prosedur, penundaan pembayaran kewajiban jika memungkinkan, hingga penghapusan tunjangan bagi eksekutif level tertentu apabila tidak memenuhi target. Apabila berbagai upaya tersebut dinilai tidak efektif, para pemilik perusahaan biasanya menempuh upaya yang cukup ekstrim, yaitu penawaran Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya. Namun, benarkah upaya tersebut dapat mencapai efisiensi seperti yang diharapkan perusahaan?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan penyelesaian kesepakatan kerjasama antara pekerja dengan pengusaha. Perusahaan berharap dapat menghemat pengeluaran di masa depan dengan melakukan PHK. Kenyataannya, PHK justru memperbesar pengeluaran perusahaan, baik pengeluaran sebelum, saat, dan sesudah PHK. Pengeluaran sebelum PHK biasanya meliputi biaya penyeleksian karyawan yang akan ditawari PHK, biaya pengajuan izin kepada Panitia Daerah/Pusat, biaya saat melakukan perundingan dengan serikat pekerja (tingkat pemerantaraan), maupundengan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) lainnya apabila dalam perundingan tidak mencapai kesepakatan. Pengeluaran pada saat PHK yaitu pembayaran imbalan pasca kerja. Mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha wajib membayarkan 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan 1 kali uang penghargaan kepada karyawan yang ditawari PHK dengan alasan efisiensi. Imbalan pasca kerja tersebut tentu merupakan biaya yang sangat besar bagi perusahaan, terlebih apabila karyawan tersebut telah bekerja lebih dari 10 tahun.

Pengeluaran perusahaan sesudah PHK biasanya terkait karyawan yang yang tidak ditawari PHK (survivors). PHK, secara tidak langsung menyebabkan peralihan tanggungjawab dari karyawan yang terdampak ke survivors tersebut. Apabila survivors tidak bersedia menerima beban kerja tambahan, maka perusahaan dapat menawari PHK kepada survivors tersebut, atau jika tidak, perusahaan akan mengeluarkan biaya lain seperti biaya perekrutan, orientasi, dan penempatan karyawan baru. Apabila survivors bersedia menerima beban kerja tambahan, maka sudah selayaknya perusahaan menambah gaji, atau jika tidak, melakukan pelatihan ulang, dan menambah tunjangan/benefit untuk mempertahankan motivasi bekerja karyawan tersebut. Semua biaya tersebut sebenarnya dapat dihindari apabila PHK tidak dilakukan (avoidable cost). Pengeluaran perusahaan sesudah PHK juga dapat berupa biaya penanganan tuntutan pengadilan yang mungkin ditujukan kepada perusahaan yang secara strategis dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu, PHK tidak disarankan jika perusahaan sekedar mengharapkan efisiensi.

Alternatif Selain PHK untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya

Berbagai alternatif selain PHK yang dapat dipilih perusahaan untuk meningkatkan efisiensi biaya antara lain adalah dengan memaksimalkan fungsi pengawasan dengan anggaran (budget). Inefisiensi biaya biasanya terjadi karena perusahaan kurang melakukan pengawasan. Perusahaan sebaiknya fokus mengawasi pos pengeluaran dengan frekuensi tinggi, tidak menyetujui pengeluaran yang tidak dianggarkan, dan meninjau ulang anggaran yang telah dibuat dengan mengurangi pos-pos pengeluaran yang tidak berdampak signifikan. Apabila perusahaan belum memiliki anggaran, maka perusahaan dapat membuat anggaran taktis untuk mengendalikan pengeluaran.

Langkah lain adalah perusahaan dapat menerapkan Balanced Scorecard dalam penghitungan imbalan kepada karyawan. Balanced Scorecard yang menekankan pada empat perspektif pengembangan perusahaan dapat membantu perusahaan fokus memberikan imbalan lebih kepada karyawan high performers, sehingga karyawan diharapkan dapat terpacu memberikan kinerja terbaik mereka kepada perusahaan, dan bisnis perusahaan juga semakin berkembang. Perusahaan juga menghemat pengeluaran dengan tidak memberikan imbalan berlebih kepada karyawan low performers.

Perusahaan juga dapat menerapkan program pembayaran berbasis saham (ESOP/MSOP). Employee/Management Share Options Program, yaitu pemberian tunjangan dalam bentuk kepemilikan perusahaan kepada karyawan level tertentu untuk mempertahankan mereka tanpa harus mengeluarkan kas.

Alternatif lain adalah perusahaan harus memaksimalkan fungsi Quality Control (QC). Perusahaan perlu mengendalikan dan memperhatikan kualitas produk karena kualitas produk yang baik dapat mempertahankan preferensi konsumen menggunakan produk perusahaan, sebaliknya, selain dapat mengecewakan konsumen, produk yang cacat juga dapat meningkatkan pengeluaran perusahaan seperti penggantian produk cacat dengan produk baik, pengeluaran untuk pengerjaan ulang, maupun pengeluaran yang bersifat kontingen apabila produk cacat tersebut dapat membahayakan kesehatan maupun keselamatan manusia.

Langkah lainnya yang cukup ekstrim adalah perusahaan dapat melakukan rekayasa ulang proses bisnis (business process reengineering). Rekayasa ulang proses bisnis dapat dilakukan apabila perusahaan menilai perlu dilakukan perubahan fundamental terhadap suatu sektor internal perusahaan, baik itu sektor produksi, sektor logistik, sektor pemasaran, maupun sektor teknologi informasi. Namun, langkah ini memiliki risiko yang sangat tinggi jika tidak diterapkan secara hati-hati.

Berdasarkan pemaparan di atas, perusahaan tidak disarankan melakukan PHK dengan alasan efisiensi karena justru memperbesar pengeluaran kas baik sebelum, saat, dan sesudah PHK. Perusahaan lebih disarankan untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dengan anggaran (budget), menerapkan Balanced Scorecard dalam penghitungan imbalan kepada karyawan, menerapkan program pembayaran berbasis saham (ESOP/MSOP), memaksimalkan fungsi Quality Control (QC), dan melakukan rekayasa ulang proses bisnis (business process engineering). Alternatif-alternatif tersebut di atas memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun relatif lebih kecil dibandingkan biaya untuk melakukan PHK dan tergolong affordable mengingat dampak terhadap perusahaan juga sangat positif.

   For Further Information, Please Contact Us!