Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PRINSIP BIAYA HISTORIS (HISTORICAL COST PRINCIPLE)

02 November 2019
Category: MANAGEMENT SYSTEM
Penulis:         Angelina Hutomo Chandra, S.E.
PRINSIP BIAYA HISTORIS (HISTORICAL COST PRINCIPLE)

Prinsip akuntansi merupakan dasar atau acuan dalam melaksanakan proses akuntansi. Pemakaian prinsip ini memunculkan penilaian secara objektif terhadap produk akuntansi sehingga tidak menyebabkan terjadinya perbedaan atau permasalahan. Selain itu, laporan keuangan sebagai produk akuntansi haruslah bisa dibaca dan dipahami oleh semua pihak. Karena itu perlu adanya penyeragaman pada prosedur akuntansi. Dalam artikel ini akan dibahas salah satu prinsip akuntansi dari 10 prinsip akuntansi yang kita kenal selama ini yaitu prinsip biaya historis.

Prinsip biaya historis ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aset, hutang, modal, dan biaya. Pengertian dari harga perolehan adalah harga pertukaran yangdisetujui oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Harga perolehan ini harus terjadi dalam transaksi di antara dua belah pihak yang bebas (arm's-length transaction). Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh transaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aset, hutang, modal atau transaksi lainnya.

Setelah tanggal perolehan atau jual beli, kelanjutan penggunaan biaya historis, dikurangi dengan penyusutan, jika dapat diterapkan, selalu menghasilkan data harta dengan nilai masa lampau pada laporan. Nilai harta dapat berubah disebabkan faktor inflasi, perubahan permintaan dan penawaran, teknologi, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karenanya biaya historis dapat menjadi tidak relevan bagi pengambilan keputusan.

Karena biaya historis itu didasarkan pada harga pertukaran antara pihak-pihak yang bebas, terdapat kesulitan untuk menentukan besarnya harga perolehan jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi. Misalnya dalam hak aset yang diterima sebagai hadiah. Di sini tidak ada harga pertukaran yang terjadi dan juga kemungkinan yang memberi hadiah adalah pihak yang erat hubungannya dengan perusahaan.

Contoh di atas menunjukkan salah satu temuan, yang lain adalah seperti dalam hal pembelian barang lebih dari satu macam dengan satu harga, pertukaran aset dengan aset atau aset dengan saham. Dibawah prinsip biaya historis, harga jual-beliatau biaya yang dikeluarkan pada saat transaksi terjadi merupakan dasar awal pencatatan harta dan hutang. Prinsip ini digunakan pada pencatatan awal disebabkan biaya perolehan biasanya merupakan penaksiran yang paling baik untuk nilai pasar wajar dari harta atau hutang.Pada saat kas tidak keluar pada tanggal transaksi pembelian, sebagaimana ketika perusahaan memperoleh sebuah mesin dengan mengeluarkan saham, harga jual- beli historis ditentukan dengan mengacu kepada harga pasar (market value) dari barang diterima atau diserahkan, dengan memilih diantaranya yang mana yang lebih jelas nilainya.

Walaupun terdapat kesulitan-kesulitan seperti contoh di atas, sampai saat ini:

“prinsip biaya historis masih tetap berlaku karena data biaya historis ini dianggap yang paling obyektif dan dapat diperiksa kebenarannya.”

Objectivity dan verifiability ini menjadi dasar utama untuk penggunaan prinsip biaya historis. Dalam prinsip ini, bila harga perolehan sudah ditentukan maka tidak akan diadakan perubahan-perubahan karena adanya perubahan nilai rupiah.

Dengan kata lain prinsip biaya historis ini erat sekali kaitannya dengan asumsi bahwa unit moneter yang digunakan (rupiah) nilainya stabil. Kenyataannya, niai rupiah selalu mengalami perubahan setiap periode. Kenyataan inilah yang sering menimbulkan kritik terhadap penggunaan prinsip biaya historis. Sehingga ada pengusulan untuk menggunakan prinsip lain yang memperhitungkan adanya perubahan nilai mata uang seperti net realizable value, general price level adjustment dan current cost (value) accounting.

   For Further Information, Please Contact Us!