Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Jaminan Kredit Dengan Status Surat Hijau Di Kota Surabaya

17 June 2019
Category: AUDIT
Penulis:         Gugus Wijaksono, S.E., Ak
Jaminan Kredit Dengan Status Surat Hijau Di Kota Surabaya

Pada saat ini peranan bank sebagai lembaga yang memiliki fungsi intermediasi antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana sudah sangatlah umum. Tidak bisa dipungkiri, bank merupakan salah satu lembaga yang sangat berperan dalam memberikan bantuan pendanaan bagi usaha-usaha kecil, menengah sampai besar dalam bentuk pemberian kredit.

Dalam menjalankan fungsinya tersebut tentunya bank tidak dapat melepaskan posisinya sebagai lembaga yang bertujuan untuk mendapatkan profit atau keuntungan, sehingga segala hal yang berkaitan dengan risiko atas penyaluran kredit tersebut perlu dipertimbangkan. Salah satu bentuk usaha untuk meminimalisir risiko yang dilakukan bank adalah penilaian atas jaminan kredit. Penilaian atas jaminan kredit tersebut bertujuan untuk menimbulkan kepercayaan bagi pihak bank untuk menghindari masalah dikemudian hari atas jaminan tersebut.

Saat ini masyarakat masih percaya bahwa jaminan merupakan faktor utama dalam suatu proses pemberian kredit. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah karena hampir semua bank menginginkan jaminan yang sudah diikat dapat memberikan kepada bank hak prioritas atas jaminan tersebut. Pengikatan tersebut dilakukan untuk memberikan rasa “aman” tanpa rasa takut digugat oleh pihak ketiga atau kreditur lain yang mengajukan gugatan sebelum debitur melunasi hutang-hutangnya. Dasar hukum daripengikatantersebut adalah Undang-Undang nomor 4 tahun 1996, dimana Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dapat melekat pada jaminan yang memiliki sertifikat Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak GunaBangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) atas tanah negara.

Salah satu bentuk hak pakai atas tanah negara adalah pemanfaatan tanah negara dengan syarat berupa pemilikan atas Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau) yang merupakan surat ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Surabaya atas pemakaian tanah yang merupakan aset Pemerintah. Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang menggunakan tanah aset Pemerintah Daerah Kota Surabaya harus memiliki Ijin Pemakaian Tanah adalah:

    1.Perda nomor 1 tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.

    2.Perda nomor 23 tentangRetribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

    3.Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 1 tahun 1998 tentang Tata Cara Penyelesaian Ijin Pemakaian Tanah.

    4.Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 21 tahun 2002 tentang Pemutihan Ijin Pemakain Tanah di kota Surabaya.

    5.Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 27 tahun 1995 tentang Tata Cara Mendapatkan HGB diatas HPL (Hak Pengelolaan Lahan) Pemerintah Daerah tingkat II Surabaya.

Setiap orang atau badan hukum yang akan memakai tanah tersebut harus terlebih dahulu memperoleh ijin pemakaian tanah dengan mengajukan surat permohonan kepada Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk, dimana setelah memperoleh ijin pemakaian tanah tersebut maka pemegang ijin berkewajiban membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku, mematuhi dan mentaati semua ketentuan yang ditetapkan serta menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya.

Untuk bangunan yang berdiri diatas tanah milik Pemerintah Daerah Kota Surabaya berdasarkan ijin pemakaian tanah sesuai uraian diatas, dapat diterima sebagai jaminan bank karena dapat diikat dengan fiducia, dimana hal tersebut didasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor C.HT.01.10-22 tanggal 15 Maret 2005 yaitu bangunan yang didirikan diatas tanah hak milik orang lain yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan dapat dibebani jaminan fiducia, dengan syarat:

    1.Ada bukti kepemilikan bangunan yang terpisah dengan kepemilikan tanah.

    2.Ada ijin dari pemilik tanah.

Penilaian agunan oleh bank dimaksudkan untuk memperoleh nilai dari barang-barang yang diikat sebagai jaminan kredit. Penilaian dititikberatkan pada metode untuk menghasilkan opini yang mendekati nilai pasar dan turunannyaadalah Nilai Realisasi Bersih (nilai pasar yang telah dikurangi biaya-biaya yang timbul dari transaksi seperti pajak, biaya penjualan, biaya notaris dan biaya-biaya pengosongan lainnya, bila ada). Untuk transaksi yang dibatasi waktu dengan dengan tujuan pelelangan digunakan Nilai Likuidasi atau Nilai Jual Paksa. Metode yang digunakan dalam penilaian barang jaminan adalah metode pendekatan data pasar, metode pendekatan biaya dan metode pendekatan pendapatan.

Berkaitan dengan penilaian jaminan tersebut, maka sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) jenis real property yang dinilai adalah tanah dan bangunan dengan sertifikat yang dibebani hak tanggungan. Sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 12 tahun 1994, tanah dengan status surat hijau dapat dijadikan jaminan hanya pada bangunannya saja dan pengikatannya dilakukan dengan menyerahkan hak kepemilikan atas bangunan tersebut dengan fiducia (Fiduciare Eigendom Overdraft/FEO) sesuai dengan Undang-Undang nomor 42 tahun 1999. Berdasarkan hakikatnya maka fiducia tersebut adalah penyerahan hak milik atas suatu benda yang hak kepemilikannya dialihkan namun tetap dalam penguasaan pemilik bendatetapi dia hanya sebagai peminjam pakai, dimana untuk melahirkan hak preferen maka jaminan fiducia wajib didaftarkan pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia di tempat jaminan fiducia berada. Terkait dengan hukum tanah yang bersifat vertikal maka sulit dilakukan pemisahan antara tanah dengan benda-benda yang melekat diatasnya sehingga pemberian jaminan fiducia atas bangunan seharusnya diikuti dengan kuasa untuk mengalihkan hak sewa atas tanahnya.

Berdasarkan uraian diatas menjadikan tidak semua bank menerima surat hijau sebagai jaminan, dikarenakan bank tidak memiliki hak preferensi atas tanah meskipun bangunan diatasnya telah terbit preferensi dengan pendaftaran fiducia tersebut. Berdasarkan Perda nomor 12 tahun 1994 disebutkan bahwa pemberi ijin pemakaian tanah tidak ada kaitannya dengan pemberian hak atas tanah, dimana bila sewaktu-waktu ijin tersebut dicabut secara sepihak oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk sebelum masa berakhirnya ijin dengan tanpa ganti rugi apapun apabila:

    1.Tanah tersebut diperlukan oleh Pemerintah Daerah.

    2.Pemegang ijin melanggar ketentuan yang berlaku.

    3.Pemegang ijin mentelantarkan atau tidak memanfaatkan tanah tersebut lebih dari 2 (dua) tahun.

    4.Persyaratan yang diajukan untuk mendapatkan ijin ternyata tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Demikianlah sekilas gambaran tentang jaminan kredit dengan bukti kepemilikan berupa hak sewa atas Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau) terkait aspek legal, lingkup penilaian dan carapenilaiannya. Semoga bermanfaat.

Disadur dari “Penilaian Atas Agunan Kredit Berstatus Surat Hijau” oleh Njo Anastasia

   For Further Information, Please Contact Us!