Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

SEKRETARIS MILLENNIAL “TAK MATI GAYA” HADAPI GAP GENERATION DENGAN PIMPINAN

08 February 2019
Category: SECRETARY
Penulis:         Mistianah, S.E.
SEKRETARIS MILLENNIAL “TAK MATI GAYA” HADAPI GAP GENERATION DENGAN PIMPINAN

Fenomena unik yang terjadi di dunia bisnis maupun dunia sosial saat ini adalah karena kesenjangan generasi atau yang sering disebut gap generation. Sejak masuk dalam era millennium, perusahaan-perusahaan besar dunia harus menghadapi tantangan bertemunya tiga bahkan empat generasi karyawan dalam satu atap perusahaan. Kehadiran generasi millennial di dunia kerja tentu saja memberikan warna tersendiri untuk pebisnis tanah air. Jumlahnya yang mencapai hampir setengah dari keseluruhan pekerja aktif di Indonesia, membuat cara kerja di suatu perusahaan mau tidak mau harus beradaptasi dengan karakteristik yang dimiliki generasi millennial, agar mereka mampu memaksimalkan potensinya.

Berdasarkan data BPS di tahun 2016, dari total jumlah angkatan kerja Indonesia yang mencapai 160 juta, hampir 40% diantaranya atau sebanyak 62.5 juta karyawan, tergolong generasi millennial. Jumlah terbanyak kedua adalah generasi X yang mencapai 69 juta, dan jauh diatasnya generasi Baby Boomers hanya tersisa 28,7 juta. Hasil survey Employee Engagement Among Millennials yang menyertakan 1.200 narasumber, menyatakan sebanyak 9% karyawan millennial menolak terlibat/disengaged dengan perusahaan, dan lebih besar lagi 66% tenaga millennial hanya terlibat sebagian/partially engaged yang memungkinkan mereka berpindah ke disengaged jika mereka merasa tidak cocok dengan sistem yang berlaku di sebuah perusahaan. Perusahaan yang mempertahankan konsep kerja yang konvensional tentu akan menjadi kendala tersendiri mengingat jumlah millennial yang cukup mendominasi. Sudah banyak artikel-artikel sebelumnya yang membahas tentang bagaimana generasi-generasi ini lahir, mulai dari generasi baby boomers, generasi X, generasi Y beserta dengan karakteristik dari masing-masing generasi.

Karakteristik Masing-Masing Generasi

Generasi baby boomers dalam menjalani hidupnya banyak melakukan penjelajahan sehingga mereka lebih suka memimpin, dan sangat menghargai sejarah sehingga cenderung suka membandingkan. Selain itu memang generasi baby boomers tumbuh dengan banyak pengalaman hidupnya, sehingga mereka cenderung lebih ingin diikuti keinginannya.

Generasi Gen X kerap merasa sebagai generasi yang paling berbobot, karena mereka hidup di masa pembangunan, dimana semua orang hidup dengan melibatkan diri di setiap peristiwa, berjuang mencari tahu lebih banyak, dan menjalani proses setapak demi setapak. Tak heran bila Gen X lebih terperinci dalam merancang sesuatu dan berbicara cenderung panjang lebar.

Gen X yang sangat menghargai proses yang panjang, cenderung memilih tim yang segenerasi, menganggap gen Y masih belum cukup kompeten. Sementara gen Y yang lebih suka move on dan cenderung never look back, sangat ingin dilibatkan dan mereka ingin tahu arah dan tujuannya.

Generasi Y yang hidup di zaman serba tersedia, baik sarana dan prasarana. Generasi yang hidup dengan segala informasi yang sudah tersedia, yang menginginkan segala sesuatu to the point. Mereka kerap mengharapkan tanggapan yang segera, semua serba cepat dan instant. Sejurus kemudian generasi Z atau generasi era digital yang identik dengan percaya diri yang tinggi, dimana mereka dilahirkan ketika internet sudah berkembang pesat, dan mereka tidak mengenal kehidupan tanpa internet. Oleh karena itu mereka sangat mahir menggunakan gadget dan pemanfaatan teknologi informasi sehari-hari.

Permasalahan Yang Ditimbulkan karena Gap Generation

Kondisi saat ini yang terjadi adalah adanya jarak pada tiga generasi yang ada dalam sebuah organisasi. Dimana hal tersebut bisa menjadi konflik, friksi hingga perpecahan dalam sebuah tim. Secara ilmiah, hal ini disebabkan tiga generasi tersebut memiliki mindset dan mental yang jauh berbeda. Perbedaan ini lah yang mempengaruhi cara merespon atau bersikap yang ditunjukkan dengan perilaku khas dalam menghadapi sebuah tantangan. Bagaimanapun, generasi millennial atau generasi Y dan Z yang jumlah populasinya semakin meningkat, mereka adalah para “singa” yang memiliki bakat serta potensi yang luar biasa dasyat dan suatu saat mereka akan memegang tampuk estafet kepemimpinan.

Salah satu profesi yang banyak diminati generasi millennial adalah bekerja sebagai seorang sekretaris. Tentu saja, karena profesi sekretaris adalah pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan, serta memiliki akses langsung dengan pimpinan. Oleh karena itu jenjang karier pun terbuka lebar untuk para millenials yang bekerja di posisi ini, karena cocok dengan karakteristik millennial yang cenderung 3C (creative, confident dan connected).

Namun, bagaimana jadinya ketika sekretaris yang dilahirkan sebagai generasi millennial harus berhadapan dengan pimpinan yang generasinya jauh diatasnya? Pimpinan yang masuk dalam kategori generasi X bahkan generasi baby boomers meskipun jumlahnya saat ini sudah tidak banyak. Tentunya fenomena ini juga masih menarik untuk diulas. Sekretaris yang merupakan wakil dari pimpinan, tentunya akan sering berinteraksi dengan atasannya. Kitapun tidak dapat memilih atasan dari generasi apa yang akan menjadi pimpinan kita, selain kita harusnya mampu beradaptasi dengan karakternya.

Sebagai contoh, masalah akan timbul ketika generasi Y terlalu asyik memimpin generasi millennial dengan cara sebagaimana mereka dipimpin oleh generasi X dulu, yaitu dengan memberikan arahan atau perintah/giving direction. Memberikan arahan kepada anggota tim sebagai bagian dari proses pengembangan memang dibenarkan, ketika karyawan belum paham betul dengan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga ketika mereka tidak diarahkan secara langsung maka akan menyebabkan kesalahan fatal. Tetapi giving direction ini tidak sepenuhnya metode yang ideal, dan memiliki beberapa kelemahan sehingga membuat generasi millennial tidak mengeluarkan potensinya secara maksimal, antara lain:

    -Mereka akan menjadi sangat bergantung kepada pimpinan, dengan kata lain anggota tim akan sangat manja, dan mengandalkan pimpinannya untuk menyelesaikan segala tantangan;

    -Menurunkan motivasi dan semangat untuk berkinerja lebih baik lagi, karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk berperan menunjukkan kemampuannya;

    -Pimpinan akan kehilangan peluang dan kesempatan emas untuk mendidik dan mengembangkan anak buahnya menjadi lebih mandiri untuk tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini akan mengakibatkan pemimpin kesulitan menemukan bakat atau talenta yang dimiliki anggota timnya.

Munculnya konflik yang diakibatkan oleh gap generasi secara sederhana dapat dilihat karena adanya kesenjangan nilai-nilai yang dibawa oleh setiap generasi. Pembahasan kerap kali mengerucut menjadi perbedaan gaya hidup, cara pandang terhadap dunia, etos kerja yang berbeda dari masing-masing generasi. Apabila setiap individu mampu mengkomunikasikan dengan baik, maka konflik tersebut dapat dihindari. Nilai dari organisasi dapat tetap terjaga dengan baik dan mengembangkan karakter setiap individu, sehingga harapannya akan muncul pemimpin baru yang mampu memimpin dalam keanekaragaman generasi, sehingga produktivitas dan kinerja perusahaan juga akan meningkat.

Mengatasi Gap Generation dengan pimpinan

Begitu halnya untuk sekretaris generasi millennial yang berhadapan langsung dengan atasan. Sekretaris memegang peranan dan pendukung kinerja atasannya, banyak orang berpikir seorang sekretaris hanya berkutat dengan rutinitas yang kurang lebih sama setiap harinya, seperti tugas-tugas administratif ataupun tugas-tugas pribadi dari atasannya, yang dapat dilakukan hanya dengan mengoperasikan komputer dan duduk manis dibelakang meja. Namun tidak semudah itu memahami pola pikir dan karakteristik dari pimpinan yang beda generasi dengan kita. Bahkan jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka sekretaris bisa jadi merasa terbeban ketidakcocokkan, dan akhirnya memutuskan untuk resign.

Ketidakcocokkan yang timbul sehingga berlarut menjadi konflik, jika kita sebagai sekretaris mampu menyederhanakan permasalahan tersebut, maka seharusnya hal tersebut bisa kita solusikan dengan cerdas, tanpa perlu “mati gaya” didepan atasan. Berikut cara menghindari kesenjangan generasi antara sekretaris dengan pimpinannya:

    1.Memahami Jika Setiap Generasi adalah Berbeda

    Sekretaris millennial yang menjadi bawahan dari pimpinan yang generasi baby boomers, harus memahami jika kita dan pimpinan, memiliki karakteristik yang berbeda. Pahami jika kita memiliki bakat dan cara yang berbeda di dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Pimpinan pun harus dapat memilah-milah jenis pekerjaan apa yang harus didelegasikan kepada sekretarisnya, contoh pekerjaan multitasking, lebih cocok serahkan kepada sekretaris generasi muda, karena mereka masih memiliki energi dan antusias yang tinggi. Sekretaris millenialpun harus mampu berkomunikasi dengan hormat dan menerima bahwa memang ada perbedaan, sehingga kita mampu mengendalikan situasi yang berbeda dengan cara yang berbeda pula.

    2.Selesaikan Sumber yang Menjadi Konflik

    Titik gesekan yang terjadi pada gap generation biasanya terletak pada komunikasi. Tetapi apabila kita sudah mengetahui karakteristik pada setiap generasi, maka kita dapat mengolah komunikasi kita sehingga bisa diterima dengan baik. Sebagai contoh: pimpinan lebih suka melakukan komunikasi dengan berbagai macam memo tertulis, maka ketika sekretaris akan berinteraksi dengan mereka, maka harus jelas dan terdokumentasi. Begitu halnya ketika pimpinan hendak menegur atau memberikan masukan kepada sekretarisnya, maka lakukan hal tersebut secara langsung namun pribadi. Ketika memberikan sebuah reward kepada sekretaris millennial, lakukan secara terbuka karena generasi ini menyukai pengakuan kerja dengan beragam dokumentasi seperti sertifikat, kenaikan promosi, kemajuan karir dan pemberian tunjangan.

    3.Mengikuti Arus Perubahan dan Perkembangan Teknologi

    Gap generation terjadi karena adanya arus perubahan atau modernisasi dan pesatnya kemajuan teknologi. Modernisasi telah membuat orang mencoba untuk berbeda dengan yang sebelumnya, baik dalam mengaktualisasi diri dan cara pandang melihat sebuah perubahan. Orang orang yang fleksibel dalam mengikuti perubahan dianggap memiliki pola pikir yang modern, demikian pula dengan orang yang pandai mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti trend masa kini, akan dianggap up to date. Oleh karena itu, diperlukan dua sisi untuk membangun sebuah jembatan, selayaknya generasi muda memberikan kesempatan kepada generasi senior untuk secara perlahan mempelajari teknologi baru yang bermanfaat untuk mendukung pekerjaan. Dan pimpinan bisa menularkan pengalaman kerjanya kepada anak buahnya ketika mengalami sebuah kendala, dan bagaimana cara mengatasinya. Sehingga apabila hal ini mampu dikombinasikan, tentunya akan menjadi hal yang positif untuk kemajuan organisasi.

    4.Saling Memahami Ritme Bekerja

    Bagaimana seorang sekretaris apabila ingin “mengambil hati” pimpinannya, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengikuti ritme bekerjanya. Memang hal ini tidak mudah, dan untuk sebagian orang metodenya dirasa kurang efektif. Namun, ingatlah berdebat hal ini tentu membuat pimpinan merasa tidak dihargai, karena setiap atasan memiliki style dan cara sendiri yang perlu kita hargai. Sekretaris millennial pun harus memahami, bahwa pimpinan kita akan sama stressnya dengan kita saat ada tugas yang mendadak. Memberi kesanggupan atas apa yang ditugaskan olehnya akan semakin meningkatkan nilai jual kita di depan pimpinan. Disamping pimpinan juga harus banyak berinteraksi langsung untuk meningkatkan kedekatan secara personal.

Gap generation adalah fenomena yang tidak bisa ditawar dan dielakkan, oleh karena itu kita harus secara dewasa menyikapi hal tersebut, sehingga bisa mampu beradaptasi dan mengambil keuntungan positif dari suatu perbedaan. Hakikatnya setiap generasi harus berkolaborasi dengan kelebihan yang ada, bukan berjalan masing-masing. Khususnya juga untuk profesi sekretaris dengan pimpinan nya, dengan memahami karakteristik generasi apakah pimpinan Anda, maka tentu saja akan membantu menemukan solusi dari gap generation itu sendiri. Organisasi yang sehat harus dapat menghubungkan nilai perusahaan dengan nilai yang telah dibawa oleh setiap individu yang dilatarbelakangi dari berbagai lapisan generasi.

   For Further Information, Please Contact Us!